Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan telah menyita aset berupa harta bergerak dan tak bergerak dari 6 tersangka penerbit faktur pajak fiktif. Para tersangka ini dijerat dengan hukum berlapis dalam kaitan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak, Yuli Kristiyono saat Konferensi Pers Penyitaan Aset Tersangka Penerbit Faktur Pajak Fiktif mengungkapkan, Tim Penyidik telah menerbitkan dua surat perintah penyidikan TPPU yang pidana asalnya adalah tindak pidana di bidang perpajakan sepanjang 2015.
Baca Juga
"Kami membongkar jaringan tersangka bandar penerbit faktur pajak fiktif terbesar, yakni RAS dan AHA. Setelah dilakukan penyidikan, ditetapkan 6 tersangka yang saat ini sedang diproses hukum dan sudah diserahkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim)," kata Yuli di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Advertisement
Baca Juga
Kedua jaringan tersangka ini, sambung Yuli, ditangkap di daerah Tebet dan Bekasi. Nilai kerugian negara akibat tindak kejahatan penerbitan faktur pajak fiktif dari RAS dan AHA masing-masing sebesar Rp 577 miliar dan Rp 114 miliar.
"Dari dua kasus ini, kita berusaha menelusuri aset dari pelaku dan terhadap barang berharga tersebut telah dilakukan penyitaan harga tidak bergerak dan harta bergerak yang diduga hasil dari kejahatan tersebut," terangnya.
Penyitaan aset atau harta kekayaan hasil dari dua gembong penerbit faktur pajak bodong dan dugaan TPPU ini, antara lain:
1. Satu rumah di kawasan Tanah Kusir
2. Dua rumah di kawasan Bintaro
3. Satu unit apartemen di Gandaria City
4. Satu unit apartemen di Soho Capital Tanjung Duren
5. Satu unit apartemen di Central Park
6. Satu unit apartemen Residen 8 Senopati
7. Satu rukan di Grand Galaxy City
8. Sejumlah kendaraan mewah termasuk satu Mitsubishi Pajero Sport, satu Jeep Wrangler, satu unit mobil VW Golf dan satu unit motor Harley Davidson.
"Kita menjerat 6 tersangka ini dengan hukum berlapis yakni TPPU supaya menimbulkan efek jera. Karena satu orang yang terlibat di dalamnya bisa menerbitkan faktur pajak bodong sampai senilai Rp 14 miliar," jelas Kasubdit Penyidikan Ditjen Pajak, Sugeng Wibowo. Â
Ia menyayangkan, dari beberapa kasus penanganan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan Ditjen Pajak, ditemukan adanya keterlibatan konsultan pajak baik yang berizin maupun yang ilegal. "Jadi ada pihak ketiga, yakni konsultan yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka," tegas Sugeng. Â
Sugeng menambahkan, Ditjen Pajak telah menyelesaikan 41 berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan atau berstatus P21 sepanjang 1 Januari-15 November 2015. Jumlah ini mengalami pertumbuhan 132 persen dibanding realisasi periode yang sama 2014 sebanyak 31 berkas perkara.
"Dari sisi kerugian negara di periode tersebut pada tahun lalu, sebesar Rp 251,82 miliar. Tapi di periode ini meningkat jadi Rp 1,23 triliun. Ini adalah usaha penyidik yang luas biasa dalam menegakkan hukum," jelas Sugeng. (Fik/Ahm)