Sukses

Ini Sumber Masalah Rasio Utang Luar Negeri Membengkak

Meski posisi utang luar negeri Indonesia menurun, namun ternyata rasio pembayaran utang justru meningkat.

Liputan6.com, Jakarta - Saat posisi Utang Luar Negeri (ULN)  tercatat menurun US$ 2,1 miliar menjadi US$ 302,4 miliar pada kuartal III-2015, namun rasio pembayaran ULN atau Debt Service Ratio (DSR) justru mengalami peningkatan. Sumber masalahnya adalah karena pelemahan kinerja ekspor. 

DSR akhir kuartal III-2015 mencapai 57,47 persen. Rasio ini melonjak dari posisi per kuartal II-2015 sebesar 53,47 persen dan 53,54 persen di akhir kuartal III-2014. 
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution angkat bicara dengan peningkatan DSR tersebut. Menurutnya, melempemnya kinerja ekspor akan diikuti kenaikan rasio pembayaran ULN meskipun transaksi penambahan utang nihil. 
"Kalau ekspor turun, DRS pasti naik walaupun tidak menambah utang, apalagi nambah. Jadi ini bukan pelemahan rupiah tapi ekspornya memang turun," tegas Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (20/11/2015). 
 
Ia menjelaskan, hal terpenting saat berutang dalam bentuk valuta asing (valas) atau di perbankan luar negeri, perusahaan harus menyadari pendapatan yang dihasilkan dalam rupiah atau dolar Amerika Serikat (AS). 
 
"Kalau perusahaan orientasi ekspor, maka tidak terlalu masalah karena ada natural hedging atau dia ada sister company atau induknya di luar yang bisa mem-back up-nya dalam valas," terangnya. 
 
Darmin memberi contoh, PT PLN (Persero) yang terpantau berutang dalam bentuk valas, namun penghasilannya dalam rupiah, sehingga saat penguatan dolar AS terjadi, maka nilai utang membengkak. Inilah pentingnya melakukan nilai lindung (hedging). 
 

"Penting juga dilihat utang yang jatuh tempo berapa tahun. Dilihat jangka pendek, yang jatuh tempo setahun ke depan," kata Mantan Gubernur Bank Indonesia itu. (Fik/Ndw)