Sukses

Temuan Uang Palsu Meningkat 123% Dibanding 2014

Jumlah peredarannya mencapai 273.223 lembar uang palsu atau meningkat dari realisasi periode tahun lalu sebanyak 122.091.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat temuan uang palsu mengalami kenaikan signifikan sepanjang periode Januari-Oktober 2015. Jumlah peredarannya mencapai 273.223 lembar uang palsu atau meningkat dari realisasi periode tahun lalu sebanyak 122.091. Itu berarti peredarannya naik 123,78 persen.

Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Suhaedi merinci, temuan uang palsu dari hasil penyelidikan Kepolisian RI sebesar 52 persen dari 273.223 lembar sebanyak 143.428 lembar. Sedangkan 48 persen sisanya atau 129.795 lembar uang palsu ditemukan dari laporan perbankan ke BI.

"Jadi total dari Januari-Oktober 2015, temuan uang palsu mencapai 273.223 lembar. Rasio uang rupiah palsu per sejuta lembar uang yang diedarkan sebesar 18 lembar," tegas Suhaedi saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Data BI menunjukkan, peredaran uang palsu sebanyak 273.223 lembar terdiri dari beberapa pecahan. Pecahan Rp 100.000 paling banyak dipalsukan dengan temuan mencapai 202.376 atau mengalami peningkatan dibanding periode tahun lalu sebanyak 68.021.

Nilai pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000, ditemukan sebanyak masing-masing 59.848 dan 7.065 lembar. Jumlah ini pun naik dibanding realisasi sebelumnya masing-masing 43.150 dan 6.809 lembar uang palsu.

Sedangkan pecahan Rp 10.000 dan Rp 5.000, temuan uang palsu menurun dari sebelumnya masing-masing 2.070 dan 2.032 lembar menjadi 1.805 dan 1.805 lembar sepanjang 10 bulan 2015.

Sementara peredaran uang palsu pecahan Rp 2.000, jumlahnya naik dari 5 lembar menjadi 323 lembar serta pecahan Rp 1.000 turun dari 4 lembar uang palsu menjadi 1 lembar.

Suhaedi menegaskan bahwa kenaikan temuan uang palsu ini bukan lantaran karena kegiatan pesta demokrasi (pemilihan umum kepala daerah/pilkada) ataupun aktivitas lain. Melainkan karena pemahaman masyarakat semakin baik untuk mengenali ciri-ciri rupiah.

"Kenaikan temuan uang palsu ini lebih karena kesadaran masyarakat meningkat terhadap ciri-ciri rupiah. Contohnya saat kasus temuan uang palsu di Nusa Tenggara Timur (NTT), uang palsu ditemukan karena laporan masyarakat atas transaksi mencurigakan," jelas Suhaedi.

Di samping itu, ia mengatakan, teknologi yang digunakan para pelaku pemalsuan uang masih terlampau sederhana. "Jadi cuma lewat 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang), kalau masyarakat jeli pasti bisa mudah mengenali ini uang asli atau palsu," tandas Suhaedi. (Fik/Zulk)