Liputan6.com, Yogyakarta - Pemerintah Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) bersama dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 6 telah merancang pembangunan Kereta Listrik untuk menghubungkan Bandara Internasional Kulonprogo dengan Kota Yogyakarta. Targetnya pada 2019 nanti masyarakat Yogya sudah bisa menggunakan kereta listrik tersebut.
EVP DAOP 6 Yogyakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero), Hendy Helmy mengatakan, dengan adanya kereta listrik ini nantinya akan mempersingkat waktu tempuh antara Bandara Kulonprogo dengan pusat kota Yogyakarta.
"Saat ini jarak ke sana sekitar 30 kilometer (km), biasanya butuh waktu sekitar 1 jam, tapi nanti dengan adanya ini kalau kecepatan kereta 60 km per jam bisa 30 menit, kalau dipacu maksimal 90 km per jam bisa 20 menit," kata dia, Kamis (26/11/2015).
Baca Juga
Untuk pembangunannya, mengingat jalur KA tersebut bersifat infrastruktur dasar, maka pemerintah provinsi bersama KAI meminta kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan untuk membangun sarananya.
Hendy menambahkan bukan tanpa alasan pemerintah daerah bersama KAI memilih Kereta Listrik ketimbang Kereta Rail Diesel (KRD) layaknya di Bandara Internasional Kuala Namu, Medan.
"Karena kereta menggunakan listrik ini lebih flesibel daripada KRD, akselerasi kecepatannya juga lebih bagus daripada KRD yang agak lama," ujarnya.
Lebih fleksibel dan akselerasi tinggi ini dibutuhkan mengingat kondisi geografis Bandara Kulon Progo yang terletak di atas ketinggian. Dengan kondisi rel yang nanjak dan berliku, kereta listrik mampu menempuh kecepatan paling lambat 60 km per jam.
Tidak hanya itu, dikatakan Hendy perawatan kereta listrik ini diklaim juga lebih mudah jika dibandingkan dengan KRD. Dari segei sparepart juga lebih murah dan lebih mudah didapatkan. "Diesel itu tekhnologi tinggi, kalau kereta yang elektrik itu paling rusak berat kita ganti dinamonya, tapi kalau diesel itu kita meski bongkar semua," tegas dia.
Dari pembicaraan dengan pemda, Hendy menambahkan sampai saat ini belum ada keputusan apakah kereta listrik tersebut berupa Mass Rapid Transit (MRT) atau Commuter Line. Direncanakan Bandara dan kereta ini dapat dioperasikan mulai 2019.
Direncanakan, pembangunan kereta listrik ini tidak terlalu banyak membutuhkan pembebasan lahan mengingat konsepnya akan dibangun di bawah tanah dan eleveted.
"Jadi jalurnya nanti terpisah dari jalur kereta jarak jauh, tidak seperti di Jakarta yang jadi satu, karena kalau tidak bersinggungan begitu tidak akan saling menganggu," papar Hendy. (Yas/Gdn)