Sukses

Buruh: Kami Tidak Lelah Demo, Tapi Letih Jadi Orang Miskin

Buruh tidak akan pernah letih untuk berjuang menyuarakan hak maupun aspirasi kepada pemerintah dan pengusaha.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat pekerja atau buruh menganggap demo maupun mogok nasional adalah sebagai bentuk perjuangan untuk mendapatkan kesejahteraan lebih baik yang menjadi hak setiap warga negara Indonesia. Salah satunya peningkatan upah minimum setiap tahun.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengungkapkan, buruh tidak akan pernah letih untuk berjuang menyuarakan hak maupun aspirasi kepada pemerintah dan pengusaha, baik terkait upah, kebijakan dan segala perlakuan yang merugikan kaum buruh.

"Kami tidak lelah demo. Anda mau letih demo atau Anda miskin selamanya? Kami capek jadi orang miskin, bekerja 30 tahun, ngos-ngosan, duitnya tidak bisa buat beli rumah. Hidup berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain," tegas Said saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (29/11/2015).


Menurutnya, demo ataupun mogok nasional dari para buruh merupakan hal yang lumrah di seluruh dunia. Di negara maju, seperti Jerman dan Amerika Serikat (AS) misalnya.

"Kekerasan bahkan terjadi ketika ada demo atau mogok di Jerman dan AS. Tapi kembali lagi, pengusaha, pemerintah dan buruh sama-sama duduk untuk mencari jalan keluarnya. Kalau pengusaha bilang gontok-gontokkan, itu cuma mendekriditkan buruh," ucap Said.

Ia mengatakan, buruh tidak takut dengan ancaman pengusaha karena buruh juga mempunyai kekuatan untuk menekan. Namun bukan itu yang buruh harapkan. Said meminta agar pemerintah dan pengusaha kembali melibatkan buruh dalam setiap pembahasan mengenai kenaikan upah minimum setiap tahun.

"Ini bukan soal ancam mengancam. Kami ingin duduk sama-sama lagi secara tripatrit, bukan secara sepihak. Kalau begini kesannya pengusaha takut. Kami diskusi lagi membuat formulasi ulang, tidak menggunakan PP 78/2015".


Said sadar bahwa perjuangan menolak regulasi PP 78/2015, termasuk di dalamnya formula baru perhitungan upah minimum tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal itu sering dirasakan serikat pekerja menyuarakan tentang BPJS Kesehatan dan penetapan upah minimum sektoral.

"Kita sadar tidak gampang PP 78/2015 bisa diubah, apalagi pemerintah bersikap tidak mau merevisinya. Perjuangan memang panjang, bisa setahun sampai tiga tahun baru ada hasil. Kita mau aturan yang seimbang, tidak pro bisnis juga tidak pro buruh," ujarnya. (Fik/Gdn)