Liputan6.com, Jakarta - Dewan Energi Nasional (DEN) optimistis Indonesia dapat naik kelas sebagai produsen terbesar bahan bakar pesawat jet di dunia. Bahan bakar ini berasal pengembangan hilirisasi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang ramah lingkungan.
Anggota DEN, Rinaldi Dalimi tidak menyangsikan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang percaya diri mengembangkan bahan bakar jet dari CPO. Ia beralasan, Indonesia mampu mencapai target tersebut dengan sumber daya yang dimiliki.
"Kalau itu sudah menjadi keputusan pemerintah, pasti kita bisa. Karena kita punya potensi, bahan baku dan teknologinya bukan teknologi yang rahasia tinggi sehingga kita bisa mengambil dari yang lain (belajar)," ucap Rinaldi di Jakarta, Minggu (29/11/2015).
Baca Juga
Untuk mewujudkan ambisi itu, ia mengimbau kepada pemerintah untuk mengiringi keputusan tersebut dengan kebijakan ikutan yang seirama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian dan Lembaga teknis terkait lain, seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Perhubungan dan lainnya.
"Jadi semua gerak harus sama terhadap pembangunan energi, jangan masing-masing berdiri sendiri. Ini yang susah. Kalau jalan sendiri-sendiri, tidak akan tercapai," harap Rinaldi.
Sebelumnya, Rizal Ramli menerangkan, jet fuel lebih ramah lingkungan ketimbang dengan avtur biasa. Selain itu, produk tersebut memiliki nilai tambah lebih.
"Kami ingin mengembangkan jet fuel, bahan bakar untuk jet dari CPO. Itu lebih bagus untuk lingkungan hidup daripada avtur. Nilai tambahnya 20 kali, saya ingin 5-10 tahun yang akan datang Indonesia produsen nomor satu jet fuel," katanya.
Jet fuel sendiri sudah bukan hal yang baru. Pasalnya, banyak maskapai penerbangan telah ada menggunakan bahan bakar tersebut. "Sudah ada airlines 11 penerbangan memakai biodiesel model begini," katanya.
Untuk mengembangkan bahan bakar itu, Rizal bilang perlunya kawasan industri khusus yang disebut green economy zone. Maka, pihaknya menyambut langkah Malaysia yang turut berkomitmen mendorong industri sawit ini.
"Kami terimakasih Malaysia mau ikut green refinery ini. Kedua negara sepakat di Indonesia. Investasi besar, tapi kita akan launching awal tahun depan karena siapkan peraturan, insentif fiskal untuk green econimic zone. Akan menolong petani kecil untuk mendorong petani kecil," ucap Rizal. (Fik/Gdn)