Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan formula baru pengupahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Namun formula ini mendapat penolakan dari serikat buruh lantaran menghapuskan unsur perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menyatakan, selama ini perhitungan KHL kental dengan kepentingan politis sehingga penghapusan unsur KHL dalam penetapan upah minimum provinsi (UMP) mendapat sambutan baik dari pengusaha.
"Kita lihat penentuan upah minimum tidak pada standar mekanisme yang sama. Misal soal KHL, itu kerap dibahas bukan murni KHL. Istilahnya ada KHL politis," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (30/11/2015).
Dia mencontohkan, banyaknya permintaan agar KHL di daerah industri seperti Karawang, Jawa Barat lebih tinggi dari Jakarta. Padahal biaya hidup di Jakarta jauh lebih tinggi dari wilayah tersebut.
Baca Juga
Baca Juga
"Misal ada harapan KHL Karawang lebih tinggi dari Jakarta, itu kan sesuatu hal yang tidak mungkin kan," lanjutnya.
Haryadi berharap dalam lima tahun ke depan, masalah pengupahan bisa ditata kembali sehingga tidak lagi menjadi perdebatan jelang penentuan UMP tiap tahunnya.
"Masalah upah minimum, kita berharap bahwa dalam waktu lima tahun ke depan, dalam perjalanannya kita rapikan lagi," katanya.
Pihaknya bersama dengan para pemangku kepentingan lain berencana membahas soal pengupahan ini secara menyeluruh dengan harapan tidak ada lagi penolakan dan aksi-aksi unjuk rasa hingga mogok kerja terhadap penentuan UMP.
"Nantinya kita bersama-sama seluruh stakeholder, kita bicarakan pengupahan ini secara menyeluruh. Kan saya bilang soal upah ini merupakan masalah sosial, kalau tidak pengelolaan secara tepat. Akibatnya kontraproduktif," tandasnya.(Dny/Nrm)
Advertisement