Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek berupaya mendorong industri farmasi dalam negeri untuk menekan harga obat. Pasalnya, harga obat tinggi karena bahan bakunya sebagian besar diperoleh dari impor.
Dia mengatakan, pemerintah akan mengurangi ketergantungan bahan baku obat impor, dan pada akhirnya harga obat akan bisa ditekan.Â
Baca Juga
"Ini penting karena kalau kita masih impor bahan baku obat makin lama harga obat makin mahal. Ini yang kami perjuangkan bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian," kata dia usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Senin (30/11/2015).
Advertisement
Dia meyakini, industri lokal mampu memproduksi beberapa bahan baku obat. Maka dari itu, industri lokal tersebut perlu didorong dengan perangkat regulasi. Akan tetapi, Nila menyatakan belum bisa menerangkan secara rinci.
"Bahan baku obat misal antibiotik kita impor. Kalau di sini ada beberapa farmasi yang sudah bisa. Artinya bagaimana sinerginya. Kita nggak bisa rincikan," jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai adanya praktik usaha yang tidak sehat di industri farmasi sehingga membuat harga obat cenderung lebih mahal. Mahalnya harga obat tersebut terjadi untuk jenis paten dan generik bermerek.
Komisioner KPPU Sukarni menduga, ada beberapa faktor yang menyebabkan dua jenis obat tersebut relatif mahal. Pertama, karena dugaan karena adanya interaksi antara industri farmasi dan dokter.
"Sedangkan dari sisi aturan sudah tidak diperbolehkan, beberapa hari lalu untuk DPR meminta kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melarang dokternya membuat transaksi dengan farmasi," ujarnya, Kamis (19/11/2015).
Kemudian, adanya dugaan penggabungan usaha (merger) yang membuat industri obat tersebut menjadi dominan. Alhasil, industri tersebut bisa menjadi penentu harga. "Merger dan akuisisi farmasi menyebabkan posisi dominan beberapa pelaku," kata dia.
Dugaan lain adalah adanya penetapan harga jual lagi. Sukarni mengatakan, harga eceran tertinggi (HET) yang sudah diatur ialah untuk obat generik. Sebaliknya, untuk generik bermerek dan paten masih diserahkan ke mekanisme pasar.
"Kalau kita lihat ada harga obat HET tapi bisa jadi pergi ke apotik lain harga beda-beda, banyak cara mungkin diskon tertentu sehingga menjual lebih murah. Harusnya tidak boleh resale price maintenance (RPM) menetapkan harga jual kembali," tandas dia. (Amd/Zul)