Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka di Amerika Serikat (AS) mampu ditutup menguat setelah sebelumnya sempat bergejolak. Dua sentimen menjadi penggerak harga minyak AS pada perdagangan di awal Desember ini.
Mengutip CNBC, Rabu (2/12/2015), harga minyak AS di pasar berjangka atau US West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan selasa kemarin ditutup naik 20 sen atau 0,5 persen ke level US$ 41,85 per barel, setelah sebelumnya sempat berjuang untuk menentukan arah.
Dua sentimen besar yang mempengaruhi harga minyak adalah rencana organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) pada pertemuan yang akan datang dan juga meningkatnya permintaan minyak olahan (bensin) di AS.
Baca Juga
Akhir pekan ini, OPEC akan mengadakan pertemuan di Wina, Austria. Sebagian besar pelaku pasar melihat bahwa pertemuan tersebut tidak akan menghasilkan banyak perubahan kepada pasokan minyak di dunia.
Selama ini OPEC tetap membanjiri pasokan minyak di dunia, meskipun permintaan menurun. Hal tersebut membuat harga minyak terus tertekan. Pada pertengahan tahun lalu, harga minyak sempat berada di atas US 100 per dolar. Namun di awal tahun ini turun drastis di level US$ 45 per barel.
Di luar sentimen dari OPEC, harga minyak juga dipengaruhi oleh sentimen dari dalam AS, yaitu rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS. Rencana kenaikan tersebut menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS telah pulih yang berpengaruh kepada peningkatan permintaan akan minyak olahan.
Analis Natixis, London, Abhishek Deshpande menjelaskan, pelaku pasar bergerak wajar pada perdagangan ini. "Kenaikan harga ini sebagai antisipasi sebelum pertemuan OPEC yang memungkinkan harga minyak akan turun lebih jauh," jelasnya.
Sementara harga Brent yang merupakan patokan harga dunia turun 34 sen ke level US$ 44,27 per barel. (Gdn/Zul)*