Liputan6.com, Jakarta - Program percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi investor di sektor konstruksi.
Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) mencatat karena adanya program itu, pasar konstruksi Indonesia saat ini menduduki nomor empat terbesar se-Asia.
Adapun tahun 2015, pasar kontruksi diperkirakan mencapai Rp 446 triliun. Nilai pasar ini naik 14,3 persen dari 2014 sebesar Rp 390 triliun.
"Ini kita di bawah Tiongkok yang US$ 1,78 triliun, Jepang US$ 742 miliar, dan India US$ 427 miliar," kata Sekjen BPP Gapensi H Andi Rukman Karumpa dalam keterangannya, Rabu (2/12/2015).
Dari nilai pasar konstruksi tersebut, konstribusi sektor konstruksi PDB tumbuh dari sekitar 7,07 persen di tahun 2009 menjadi 13 persen pada 2014.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui pada tahun 2013, pasar konstruksi tumbuh sekitar 29,80 persen dan menjadi Rp 369,94 triliun dari tahun 2012 sebesar Rp 284,99 triliun.
Dalam lima tahun ke depan, Gapensi memproyeksikan nilai pasar konstruksi mencapai Rp 1000 triliun. “Dari sisi demografis, saat ini proyek konstruksi nasional terbanyak berada di Sumatera sebesar 32 persen, disusul Jakarta 28 persen, Kalimantan 19 persen, Jawa Barat 17 persen, Bali-Nusa Tenggara 11 persen, Jawa Tengah dan Yogyakarta 10 persen, Jawa Timur 3 persen dan Sulawesi-Maluku-Papua 3 persen,” ungkap Andi.
Advertisement
Baca Juga
Untuk menopang pertumbuhan itu dikatakan dia, tahun depan setidaknya harus terjadi peningkatan investasi swasta secara signifikan dan belanja pemerintah berjalan lancar, tidak serupa tahun ini.
Menurut Andi, investasi swasta dapat tumbuh atraktif dan akan menopang pertumbuhan sektor konstruksi dan bahan bangunan bila tujuh paket ekonomi yang diluncurkan pemerintah dapat efektif tahun depan.
"Makanya, kita optimistis kontribusi bisa 15-16 persen, tapi dengan catatan paket ekonomi ini efektif betul tahun depan. Paket ekonomi ini kan kalau terealisasi daya dorongnya luar biasa atas perekonomian,” terangnya.
Penopang lainnya, ujar dia, ditentukan daya serap anggaran pemerintah. Tahun depan, belanja negara sebesar Rp 2.095,7 triliun dengan distribusi anggaran masing-masing Rp 784,1 triliun untuk belanja kementerian/lembaga, Rp 541,4 triliun belanja non kementerian/lembaga, serta sebesar Rp 770,2 triliun untuk ditransfer ke daerah dan desa. (Yas/Nrm)