Liputan6.com, Jakarta - Sigit Priadi Pramudito mundur sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan mengundang reaksi dari sejumlah pihak, termasuk di lingkungan pemerintah. Langkah tersebut dinilai tindakan sportivitas seorang pejabat negara ketika tidak mampu mengejar target penerimaan pajak yang ambisius.
Deputi Kemenko Perekonomian Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter, Bobby Hamzar Rafinus mengungkapkan, pengunduran diri seperti konsekuensi bagi Dirjen Pajak karena tidak dapat mengumpulkan penerimaan pajak sesuai target Rp 1.294,25 triliun.
Baca Juga
"Beliau diangkat dengan janji pencapaian target. Sekarang saja sampai November lalu sulit mencapai target yang dijanjikan. Jadi saya kira itu (pengunduran diri) sportivitas," tutur Bobby di kantornya, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Advertisement
Ia menilai, pengunduran diri Sigit Priadi sebagai orang nomor satu di Ditjen Pajak tentu didasari pertimbangan kuat dan matang. Lantaran, Presiden Jokowi memilih Sigit agar mengumpulkan setoran pajak setinggi-tingginya sehingga mencapai target yang ditetapkan.
"Sebagai pejabat, beliau belajar dari pengalaman tahun ini. Bahwa dalam kondisi sekarang, sulit mencapai apa yang diharapkan pemerintah. Padahal beliau penanggungjawab di bidang pajak," tegas Bobby.
Baca Juga
Ia menjelaskan, perlambatan ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling menentukan rendahnya realisasi penerimaan pajak tahun ini. Sementara pemerintah harus optimistis memasang tingginya target penerimaan pajak dalam postur APBN-P 2015. Â
"Dalam evaluasinya, pencapaian target itu ada faktor-faktor yang tidak hanya menyangkut rencana tinggi, tapi juga upaya yang sudah dilakukan. Mungkin beliau (Sigit) belum cukup banyak effort yang menghasilkan penerimaan," kata dia.
Dengan pengunduran diri Sigit, Bobby menyarankan, Kementerian Keuangan memperjuangkan langkah atau program pengampunan pidana pajak atau tax amnesty pada tahun ini paling cepat dan paling lambat tahun depan. "Tax amnesty adalah salah satu cara menggenjot penerimaan pajak," papar Bobby.
Terpisah, Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo menilai, pengunduran diri Sigit harus diletakkan dalam konteks mendesaknya melakukan reformasi perpajakan yang menyeluruh dan mendasar sehingga perbaikan menuju sistem perpajakan yang kokoh, berkeadilan, dan berkelanjutan akan terjamin.
"Momentum ini harus dimanfaatkan dengan baik guna menghindari kemungkinan korban-korban yang tidak perlu di masa mendatang," tegas Prastowo.
Prastowo menuturkan, reformasi kelembagaan, regulasi, administrasi, dan budaya perpajakan harus dikelola dalam satu tarikan nafas dan dipimpin langsung oleh Presiden. Visi Trisakti dan jalan Nawacita harus dijadikan pandu dan terang reformasi perpajakan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menghormati keputusan Sigit Priadi Pramudito mundur sebagai Dirjen Pajak. Pengunduran diri disampaikan Sigit kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro.
"Ia mundur karena merasa bertanggungjawab bahwa apa yang direncanakan tidak tercapai. Menurut saya kita harus menghormati juga," ucap Darmin.
Mantan Dirjen Pajak itu berpendapat, target penerimaan pajak tahun ini terlampau tinggi, sementara perkiraannya hanya mampu terkumpul 85 persen dari target Rp 1.294,25 triliun.
Di lihat dari sisi pengeluaran atau belanja negara, pemerintah tetap mematok Rp 1.761,6 triliun tanpa ada pemotongan. Dengan begitu, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran melebar dari 1,9 persen menjadi 2,7 persen.
"Targetnya tinggi. Sebenarnya spending kita tidak pernah mencapai target 100 persen, biasanya 90 persen, jadi ini bukan urusan spending. Ini urusan ekonomi yang melambat, menghasilkan penerimaan pajak yang melambat dan penerimaan lain. Tapi pada saat yang sama target yang ditetapkan terlalu tinggi," pungkas Darmin. (Fik/Ahm)