Sukses

Gara-gara Upah, Daya Saing Industri Sepatu RI Kalah dari Vietnam

Kenaikan UMK tahun 2016 menjadikan biaya produksi alas kaki nasional, 20 persen-25 persen lebih tinggi dibandingkan Vietnam.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa waktu lalu meluncurkan pelayanan khusus desk alas kaki dan tekstil dan hasil tekstil.

Ternyata, apa yang dilakukan BKPM belum mengurangi beban beberapa industri alas kaki di Jawa Timur akibat kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK)‎ sesuai formula pemerintah.

Dalam pertemuan dengan kalangan investor sepatu Jawa Timur, Kepala BKPM Franky Sibarani menerima keluhan masih lemahnya daya saing industri sepatu nasional dibandingkan dengan negara lain, khususnya Vietnam.

Menurut hitungan investor, ungkap Franky, kenaikan UMK tahun 2016 menjadikan biaya produksi alas kaki nasional, 20 persen-25 persen lebih tinggi dibandingkan Vietnam.  

"Mereka menjelaskan akibat tingginya biaya produksi tersebut menjadikan buyer mereka memindahkan order ke Vietnam yang daya saingnya lebih bagus," kata Franky dalam keterangannya, Rabu (2/12/2015).


Ditambah, daya saing ekspor Vietnam unggul 9 persen dari Indonesia dengan keberadaan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan keanggotaan Vietnam dalam TPP.

Hal lain yang menjadi sorotan investor sepatu di Jawa Timur adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Para pengusaha menilai aturan tersebut kontraproduktif dengan visi industralisasi pemerintah.  

Pengusaha menggambarkan produsen yang mempekerjakan ribuan karyawan, memberikan nilai tambah harus menempuh perizinan yang sulit.

Misalnya sekitar 200 izin terkait konstruksi dan operasi, investasi dengan nilai besar, terikat dengan banyak izin pusat maupun daerah, harus ikut dengan berbagai aturan.

"Sementara membuat perusahaan trading cukup 25 orang, sewa gudang, modal alat transportasi pengangkut sudah bisa meraup untuk besar karena sekarang bebas impor berbagai macam produk,"pungkas Franky. ‎(Yas/Nrm)