Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah aliran kas negara (cashflow) berada di ambang kritis sampai dengan saat ini. Rendahnya realisasi penerimaan pajak telah dikompensasi dengan penerbitan surat utang maupun pinjaman multilateral dan bilateral.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara menegaskan bahwa kas negara dalam keadaan aman. Seluruh pihak di Kemenkeu terus memantau pergerakan penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk berjuang mengumpulkan setoran pajak setinggi-tingginya.
Baca Juga
"Cashflow tidak negatif, cashflow dalam kondisi terjaga. Kita punya Saldo Anggaran Lebih (SAL) sekitar Rp 50 triliun dan dipakai untuk bridging. Setiap hari dijaga oleh Dirjen Perbendaharaan, karena ada pemasukan dan pengeluaran setiap hari," jelasnya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Advertisement
Lebih jauh dikatakan Suahasil, pemerintah memproyeksikan defisit fiskal (APBN) sekitar 2,7 persen atau masih dalam batas toleransi yang ditetapkan tidak lebih dari 3 persen. Ketentuan ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara.
"Wajar atau tidak wajar, benchmark-nya UU, tidak boleh 3 persen lebih defisit anggaran. Kita akan jaga jangan sampai membengkak walaupun sebagai negara berkembang, kebutuhan belanja kita luar biasa besar. Di satu sisi senang, tapi di sisi lain kita harus menyeimbangkan karena penerimaan pajak tidak penuh," jelasnya.
Guna menambal atau menutupi kekurangan anggaran agar belanja atau pengeluaran tetap berjalan, pemerintah perlu mencari pembiayaan, seperti penerbitan surat utang negara maupun memanfaatkan pinjaman bilateral dan multilateral dari negara lain.
"Defisit melebar, kita sudah siapkan pembiayaannya. Bukan hanya pergi ke pasar menerbitkan surat utang, tapi kita aktifkan pinjaman bilateral dan multilateral. Jadi pembiayaan aman dengan menjaga defisit jangan sampai 3 persen," tutur Suahasil.
Bahkan, katanya, pemerintah melalui Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) telah melakukan pra pembiayaan (prefunding) untuk tahun anggaran 2016. Artinya sumber pembiayaan sudah diperoleh pada tahun ini.
Persis hari ini, DJPPR menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 3,5 miliar untuk dua tenor, yakni jatuh tempo 10 tahun dan US$ 20 tahun masing-masing US$ 2,25 miliar dan US$ 1,25 miliar. Ini merupakan penerbitan pra pembiayaan pertama oleh pemerintah dan penerbitan terbesar di pasar negara berkembang pada semester II-2015.
"Kita lakukan pra pembiayaan sebelum 1 Januari 2016. Tentu kita menerbitkan surat utang dengan melihat kondisi pasar, tidak pada saat pasar lagi terguncang tapi saat pasar sedang tenang. Perlu juga melihat pasar lagi likuid atau tidak, kalau tidak dan kita terbitkan global bond, malah tidak laku kan bisa pusing," terang Suahasil.