Sukses

Harga Minyak Anjlok, Bagaimana Produksinya?

Perusahaan minyak akan mengalami risiko jika memberhentikan produksi meski harga minyak tetap rendah.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan perusahaan pencari minyak dan gas (migas) akan tetap melakukan kegiatan produksi meski harga minyak dunia diperkirakan tetap landai tahun depan.

Direktur IPA Sammy Hamzah mengatakan, perusahaan produsen minyak akan tetap mempertahankan kegiatan produksi migas. Lantaran besar risiko yang akan ditanggung jika produksi berhenti.
‎

"Tapi saya yakin bahwa dari segi operasional dan produksi tidak ada perusahaan migas stop produksi. Pertimbangannya tidak sama dengan stop produksi sepatu. Kalau stop bisa besok nyalain lagi gampang sekali," kata Sammy, dalam rapat umum tahunan IPA, di Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Sammy menyebutkan, risiko yang akan diderita jika kegiatan produksi dihentikan adalah penurunan cadangan migas yang siap dikeluarkan dari permukaan tanah. Jika kegiatan produksi berhenti, untuk memicu cadangan tersebut keluar kembali membutuhkan proses yang lama. "Di migas tidak gampang, pertama reservoar, penyetokan produksi," tutur Sammy.

Sammy menambahkan, risiko lain penghentian produksi adalah pemutusan hubungan kerja. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi karyawan dan perushaan, karena tenaga kerja yang memiliki keahlian memproduksi migas‎ terbatas jumlahnya.

"Kedua mendapatkan kualifkasi orang tim yang tepat menjalankan itu tidak gampang juga," tutur Sammy.

Sammy menuturkan, pelaku usaha hulu migas sangat berharap harga minyak dunia segera bergerak naik, sehingga kondisi sektor tersebut segera membaik. ‎

"Jadi kami dari industri semua harapkan bahwa harga minyak tidak akan terlalu lama. Siapa yang bisa prediksi harga minyak jangka panjang," kata Sammy.

2 dari 2 halaman

Pelaku Usaha Minyak Tak Lagi Berpesta

Pelaku Usaha Minyak Tak Lagi Berpesta

Selain itu, Sammy mengakui pelaku usaha hulu minyak tidak lagi berpesta. Saat ini, perusahaan pencari migas sedang melakukan penyesuaian dengan keadaan sektor migas yang saat ini prihatin atas penurunan harga minyak dunia yang sempat menyetuh level US$ 40 per barel.

"Tadi saya sudah pernah menyatakan perusahaan minyak kemungkinan lebih mengadaptasi harga minyak di level sekarang lebih lama dibanding harga minyak di kuartal pertama," kata Sammy.

Sammy menilai, ada dampak positif atas penurunan harga minyak dunia, pelaku usaha hulu migas ‎kini tak lagi bisa berspesta karena penerapan  efisiensi untuk menyikapi penurunan harga minyak.

"Tapi di sisi lain ada baiknya, bahwa sebenarnya perusahaan-perusahaan dalam harga tinggi rata-rata produsen berpesta. Mereka tidak lihat biaya, tapi sekarang akan konsolidasi ke dalam dan efisiensi. Otomatis baik, perusahaan migas, efisiensi sebesar mungkin dan menurunkan biaya service secara umum di industri migas‎," papar dia.

Sammy mengungkapkan, dampak negatif dari penurunan harga minyak perusahaan menghentikan kegiatan pencarian cadangan minyak ‎(eksplorasi), sehingga akan membuat cadangan minyak menipis.

"Artinya apa kalau  secara konkret seumpamanya kita masih lakukan pengembangan, otomatis proyek hentikan dulu. Itu konkretnya. Saya yakin pemikiran itu akan ada di perusahaan minyak yang beraktivitas di dunia khususnya di Indonesia," ujar dia. (Pew/Ahm)