Sukses

‎Ini Cara RI Persempit Jurang Ekonomi Orang Kaya dan Miskin

Brazil mampu menurunkan gini rasio tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Liputan6.com, Nusa Dua - Indonesia perlu belajar dari Brazil yang sanggup menurunkan ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan miskin (gini rasio) sebesar 0,1 poin dalam waktu 10 tahun lewat program transfer uang tunai yang dikenal Bolsa Familia. 

Bagaimana dengan Indonesia? Mampukah pemerintah mempersempit ketimpangan ini dengan reformasi fiskal dan program perlindungan sosialnya?.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, Brazil mampu menurunkan gini rasio tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Namun kondisinya kini berbalik, pertumbuhan ekonomi Negeri Samba ini terkontraksi negatif.

"Jadi kita mau mendorong pertumbuhan ekonomi dengan membangun infrastruktur. Karena kalau mau mengurangi ketimpangan, kita harus membuat program yang serius," tegas Suahasil saat ditemui di acara International Forum on Economic Development and Public Policy di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/12/2015).

Contoh kesuksesan negara yang dapat menurunkan tingkat ketimpangan adalah Brazil. Negara tersebut berhasil menjalankan program Bolsa Familia, yakni program perlindungan sosial berupa transfer uang tunai dengan syarat. Misalnya bagi orang tua yang memiliki anak, mereka wajib menyekolahkan anaknya dengan uang tersebut.


Sementara Indonesia, sambung Suahasil, sudah menjalankan transfer uang tunai yang dikenal dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dengan menyasar 15,5 juta keluarga tidak mampu. Program perlindungan sosial ini diakuinya lebih tepat sasaran, berbeda dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Sayangnya, lanjut Suahasil, ‎gini rasio di Indonesia cenderung naik meskipun rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahun 5 persen-6 persen. Pemerintah perlu mengkombinasikan program perlindungan sosial dengan infrastruktur untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Anggaran subsidi pun diarahkan lebih tepat sasaran, bukan mengalir untuk bahan bakar minyak (BBM).

"Conditional cash transfer bisa dilakukan untuk jangka menengah panjang. Tapi kita tetap harus mengimbanginya dengan pembangunan infrastruktur. Sehingga reformasi fiskal kita di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah infrastruktur dan ketimpangan," jelas dia.

‎Upaya tersebut, menurutnya, bukanlah program jangka pendek. Brazil menuai kesuksesan dengan penurunan gini rasio 0,1 poin dari 0,6 poin menjadi 0,5 poin tidak dalam waktu singkat, melainkan butuh waktu sampai 10 tahun lamanya.

"Isu ketimpangan tidak bisa dihantam dalam waktu 3 bulan, 6 bulan, atau setahub. Brazil saja 10 tahun. Yang penting kita harus konsisten menjalankan program tersebut, jika tidak, jangan harap bisa menurunkan ketimpangan," pungkas Suahasil.(Fik/Nrm)

** Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6