Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2016 tinggal menghitung hari, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera menunjuk pengganti Sigit Priadi Pramudito sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak definitif dalam bulan ini. Dengan demikian, pemerintah dapat mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.360 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo saat di acara Internation Forum Fiscal Reform menilai, saat ini lela‎ng jabatan Dirjen Pajak bukan hal penting lagi mengingat hasil dari proses pencarian secara terbuka tahun lalu belum memuaskan dilihat dari reaalisaasi penerimaan target di APBN-Perubahan 2015.
"Menurut saya, lelang tidak wajib, yang penting dibuat seleksi terbuka atau tertutup. Kita kan belum lama ini melaksanakan lelang dan hasilnya belum memuaskan. Prinsip saya ada luka-luka di lelang lalu yang belum sembuh. Kalau muncul pasti ada gesekan lagi," ujarnya di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/12/2015).
Demi kemajuan institusi Ditjen Pajak, Prastowo menyarankan agar Tim Penilai Akhir (TPA) langsung menyodorkan tiga-empat nama calon Dirjen Pajak dan Presiden Jokowi akan menunjuk langsung Dirjen Pajak. Nama-nama itu berasal dari hasil seleksi tahun lalu karena sudah ada rekam jejak yang bisa terdeteksi dari PPATK maupun KPK. Ia berpendapat, orang internal sangat cocok sebagai Dirjen Pajak.
"Sebaiknya‎ dilakukan penunjukkan saja. Presiden tinggal menunjuk calon Dirjen Pajak dari hasil seleksi tahun lalu karena sudah clean and clear dari PPATK, KPK . Ambil dari internal yang punya leadership dan kompetensi ," ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya, Ken dianggap layak menempati kursi Dirjen Pajak karena matang dan memiliki kompetensi tinggi, dan telah masuk dalam seleksi lelang jabatan sebelumnya. "Harus segera ditunjuk Dirjen Pajak definitif biar efisien, cepat kerja di Januari 2016. Karena kemarin Dirjen Pajak terpilih di Februari 2015 dan akhirnya keteteran saat target pajak tinggi," jelasnya.
Prastowo mengaku, pekerjaan rumah terbesar Dirjen Pajak baru adalah konsolidasi. Saat ini Dirjen Pajak dengan Menteri Keuangan (Menkeu) dan pemangku kepentingan lain, seperti DPR miskin konsolidasi sehingga arah fokus pajak ke depan melenceng tanpa sikap kepemimpinan yang kuat.
"Persoalan terbesar adalah konsolidasi, sekarang ini tidak terlihat ada konsolidasi atau agenda besar secara nasional yang ada dampaknya. Kita perlu Dirjen yang membuat gerakan serempak, fokus pada tujuan yang sama. Untuk internal Ditjen Pajak, leadership sangat dibutuhkan. Jika pemimpin disegani, bawahan akan ikut. Kalau tidak, ya tidak dan kita harus belajar bahwa memilih Dirjen Pajak tidak bisa main-main," tegas Prastowo.
Untuk diketahui, Sigit Priadi Pramudito akhirnya menyerahkan jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada awal Desember 2015 ini. Ia merasa tak mampu mengejar target penerimaan pajak yang dipatok Rp 1.294,25 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Sigit didapuk dan dilantik sebagai orang nomor satu di Ditjen Pajak Kemenkeu pada 6 Februari 2015. Ia dipilih dari hasil lelang jabatan pada tahun lalu. Baru 9 bulan bekerja, Sigit mengundurkan diri karena merasa tak kuat menanggung beban untuk meraup penerimaan pajak di tengah pelemahan ekonomi Indonesia.
Dari data Ditjen Pajak, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 774,48 triliun sampai dengan 4 November 2015. Pencapaian ini masih jauh dari harapan atau sekitar 59,84 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun.
Kinerja penerimaan pajak (PPh Migas dan PPh Non Migas) sepanjang periode Januari-4 November 2015 sebesar Rp 774,48 triliun itu turun tipis 0,22 persen dibanding Rp 776,2 triliun di periode yang sama 2014. (Fik/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6