Sukses

RI Kekurangan Tenaga Instruktur untuk Tingkatkan Kualitas SDM

BLK sebagai lembaga penyelenggara pelatihan diharapkan dapat menghasilkan output pelatihan yakni tenaga kerja yang kompeten.

Liputan6.com, Jakarta - Untuk menghadapi bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah di depan mata, Menaker Hanif Dakhiri meminta semua pihak untuk bersinergi dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja berkualitas dan berkompeten.

Mengingat pentingnya kompetensi dalam sudut pandang ketenagakerjaan, Hanif berpendapat dibutuhkan suatu gerakan nasional yang masif yang ia beri julukan Gerakan Nasional Peningkatan Kompetensi (GNPK).

"Peranan instruktur di balai-balai latihan Kerja harus diperkuat karena memiliki korelasi yang determinan di dalam rangka perwujudan GNPK sebagai pintu masuk dalam mewujudkan Indonesia kompeten," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/12/2015).

Hanif menambahkan, pembinaan Instruktur harus dipahami sebagai upaya pendayagunaan Instruktur dalam penyelenggaraan pelatihan yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.

"Instruktur swasta, perusahaan atau industri merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembinaan instruktur secara keseluruhan, karena memiliki kontribusi yang sama dalam mewujudkan tenaga kerja yang kompeten," kata dia.


Namun sayangnya, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukan jumlah instruktur saat ini baru 2.873 orang. Sedangkan berdasarkan hasil kajian Kemnaker, kebutuhan instruktur sampai dengan tahun 2019 di seluruh balai latihan kerja (BLK) sekitar 7.200 orang.

"Sehingga kalau instruktur saat ini tidak ditangani dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap efektifitas penyelenggaraan pelatihan," lanjutnya.

Hanif juga mengatakan, pasar kerja di era globalisasi saat ini telah mengalami perubahan signifikan dan persaingan sangat ketat sehingga memerlukan inovasi, akurasi dan kecepatan memadai dari tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, berdaya saing dan mandiri.

Untuk menghasilkan SDM yang kompeten itu, Hanif menilai harus didukung oleh tersedianya sumber daya dan infrastruktur memadai dan terbaru, sistem dan metode yang tepat, regulasi dan kelembagaan yang kuat, arah pembinaan dan kebijakan yang tepat serta komitmen dan koordinasi yang baik antar lintas instansi.

Hanif menguraikan masalah-masalah aktual yang dihadapi saat ini antara lain jumlah penganggur masih tinggi, terbatasnya jumlah tenaga kerja kompeten, jumlah tenaga kerja low skill cukup tinggi. Semua masalah itu mengurangi daya saing tenaga kerja Indonesia dan merupakan tantangan yang perlu dihadapi bersama.

BLK sebagai lembaga penyelenggara pelatihan diharapkan dapat menghasilkan output pelatihan yakni tenaga kerja yang kompeten, terserap secara optimal di pasar kerja.


"Pada sisi lain kita sadari bahwa persepsi dunia usaha dan industri pada umumnya bahwa lulusan BLK belum cukup memenuhi kualifikasi sesuai kebutuhan. Masalah terbatasnya Instruktur baik kuantitas maupun kualitas serta penyebaran nya juga menjadi masalah mengemuka yang perlu dicarikan jalan keluarnya,"

Sebagaimana diketahui bersama, Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas) telah mengamanatkan pengembangan SDM yang kompeten melalui tiga pilar utama saling bersinergi yaitu pertama, standar kompetensi sebagai acuan dalam menyusun program pelatihan. Kedua, lembaga pelatihan kerja yang menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi. Ketiga, sertifikasi kompetensi sebagai pengendali kualitas sumber daya manusia. (Dny/Gdn)



**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6