Liputan6.com, Nusa Dua - Pemerintah tengah dihadapkan pada dilema antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan miskin (gini rasio). Ternyata, jurang ekonomi yang semakin melebar dipicu karena penarikan pajak yang kurang progresif di Tanah Air.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Indonesia sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan merata ke seluruh daerah.
Namun di sisi lain, Negara ini harus menghadapi masalah indeks gini rasio yang meningkat. Pada periode 2014, gini rasio mencapai 0,41 dan diperkirakan akan naik 0,42 di tahun ini.
"Kalau ada yang tanya kenapa kita punya ketimpangan yang besar? Itu karena pajak kita kurang progresif sehingga masih terjadi penguasaan luar biasa oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia terhadap kekayaan di Republik ini," ucap Bambang di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/12/2015).
Menurutnya, ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan miskin bukan karena persoalan tarif pajak. Ia berpendapat, tarif pajak di Indonesia saat ini sudah sangat progresif. Hanya saja lebih kepada ketidakpatuhan wajib pajak besar (orang kaya) untuk menyetor pajaknya.
Baca Juga
Lebih jauh ia mengaku, konsep pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari setoran pajak oleh warga yang mampu dan membelanjakannya bagi masyarakat yang membutuhkan. Â
"Kalau pembayar pajak besar tidak patuh, ini yang bisa membuat ketimpangan. Karena yang beri setoran sedikit untuk bisa dibelanjakan ke orang yang tidak mampu. Dengan begitu, perbaikan ketimpangan atau kemiskinan hanya bergerak pelan karena uangnya terbatas. Jadi kalau tidak dikumpulkan dengan benar, memicu ketimpangan," jelasnya.
Sementara untuk memacu pertumbuhan ekonomi tinggi, ia mengatakan, Indonesia perlu menggenjot investasi, menjaga konsumsi dan ekspor karena menciptakan pertumbuhan bukanlah pekerjaan mudah. Hal ini bahkan terjadi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Jepang dan Eropa.
"Banyak negara maju, seperti AS dan Jepang sekarang kesulitan punya pertumbuhan ekonomi tinggi. Kita juga sadar pertumbuhan ekonomi kita tinggi dulu karena bergantung pada komoditas," ujarnya.
Bicara soal pertumbuhan ekonomi, sisi penerimaan negara terutama pajak menjadi sorotan. Pemerintah, harus memprioritaskan belanja atau pengeluaran yang berkualitas supaya mempersempit ketimpangan pendapatan tersebut.
"Banyak negara, terutama Amerika Latin mampu mengurangi ketimpangan dan kemiskinan dengan cara bantuan tunai bersyarat. Jadi kita harus belajar apa saja yang sudah terbukti berhasil di tempat lain, termasuk konteksi kerjasama untuk menekan ketimpanga," tandas Bambang.
Advertisement