Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan praktik pencurian ikan yang selama ini terjadi tidak hanya menghabiskan ketersediaan ikan di perairan Indonesia, tetapi juga menghilangkan mata pencarian nelayan lokal, bahkan menghilangkan hewan-hewan langka yang ada di Indonesia.
Dia mengatakan selama ini praktik penangkapan ikan secara ilegal ini dilakukan di perairan Indonesia dan membuat 800 ribu rumah tangga perikanan kehilangan mata pencarian. Akibatnya, para nelayan terpaksa mencari profesi lain.
"Praktek IUU (illegal, unreported and regulater) fishing membuat hidup nelayan tidak mencukupi untuk mendukung kehidupan keluarga mereka, sehingga pindah ke profesi lain," ujarnya dalam seminar Transparency inthe Fisheries Sector-The Role Of Indonesia in the Fisheries Transparency Initiative di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Baca Juga
Selain itu, praktek ilegal ini juga membuat industri perikanan di dalam negeri kehilangan potensi ekspor produknya karena ikan untuk ditangkap dan diekspor semakin berkurang.
"Kemudian, 115 perusahaan kehilangan potensi ekspor produk perikanan. Kita kehilangan ekspor sebesar US$ 4 miliar. Kita mengalami kerugian akibat hilangnya jumlah nelayan dan hilangnya bisnis perikanan. Padahal Indonesia punya garis pantai kedua terpanjang setelah Kanada, tapi kita tidak punya ikan," ujarnya.
Selain kehilangan potensi di sektor perikanan, praktik ilegal ini rupanya juga membuat Indonesia banyak kehilangan hewan langka. Pasalnya, kapal-kapal asing yang masuk ke Indonesia bukan hanya membawa ikan, tetapi juga hewan langka untuk dijual ke negara lain.
"Angkanya juga luar biasa. Bayangkan jika 1 perusahaan mengambil 12 juta ton per tahun (ikan hasil curian). Mereka juga membawa hewan-hewan dari Papua Nugini, burung kakaktua dari Papua, trenggiling. Mereka menggunakan aktivitas ini, sehingga kita tidak punya hewan-hewan itu," katanya.
Selain itu, praktik pencurian ikan yang selama ini terjadi juga merusak ekosistem bawah laut Indonesia. Sebab, para pencuri menggunakan alat-alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan.
"Praktiknya juga merusak dan menghancurkan potensi sumber daya. Mereka gunakan alat tangkap seperti pukat harimau sepanjang 100 meter. Apa pun mereka tangkap, kura-kura, lumba-lumba. Makin banyak hewan yang ditangkap, makin banyak bisnis mereka," ujarnya. (Dny/Gdn)**