Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli angkat bicara menyangkut kasus PT Freeport Indonesia yang melibatkan para elite di negeri ini. Apalagi kasus 'Papa Minta Saham' sangat jelas menunjukkan bahwa betapa mudahnya elite atau pejabat Indonesia disogok dan mengeruk keuntungan di atas penderitaan rakyat Indonesia.
"Kalau dulu tidak dikepret, perpanjangan kontrak pasti sudah terjadi 10 Oktober 2015 lalu. Untung kita kepret, kalau tidak 'tikus-tikus' itu sudah ada pesta," ketus Rizal di Jakarta,seperti ditulis Senin (14/12/2015).
Sejak dulu, ia mengaku, bos besar Freeport Mc-Moran James Moffet selalu menyepelekan permintaan atau syarat perpanjangan kontrak operasi tambang emas dan mineral bagi anak usahanya, Freeport Indonesia.
"Bos internasional menganggap mudah kok pejabat Indonesia dari zaman Soeharto bisa disogok. Jadi tidak usah menuruti yang mereka (pemerintah) minta. Sekarang kena sama Jokowi dan lainnya," tegasnya.
Baca Juga
Bagi Rizal, perpanjangan kontrak Freeport Indonesia harus menguntungkan bangsa dan negara ini, terutama rakyat Papua. Jika tidak, menurutnya, rakyat yang akan menghukum perusahaan tambang emas raksasa itu secara sosial.
"Ini hanya sandiwara, perkelahian antar-geng, rebutan saham. Buat saya elite dapat apa tidak penting, yang penting rakyat Indonesia dapat apa. Rakyat sudah tahu siapa tikus itu dan biarlah rakyat yang menghukum dengan caranya sendiri atau secara sosial," paparnya.
Ditemui terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menegaskan, sampai saat ini pemerintah belum melakukan perpanjangan kontrak dengan Freeport Indonesia. Hal ini menyusul bantahan Menko Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan terlibat dalam pusaran kasus Papa Minta Saham.
"Negosiasi baru dimulai 2019, karena kontrak Freeport berakhir 2021. Jadi pembicaraan Presiden dengan Freeport baru sebatas komitmen-komitmen mereka, tapi Presiden kan sudah menyampaikan lima syarat," ucapnya.
Pemerintah, sambung Teten, tidak akan terburu-buru memperpanjang kontrak Freeport karena ini menyangkut kepentingan bangsa Indonesia. "Kita tidak ada kepentingan untuk terburu-buru. Pokoknya Presiden membicarakan perpanjangan kontrak Freeport atau tidak, ya pada 2019. Itu saja," ucap Teten. (Fik/Ndw)*