Liputan6.com, Jakarta - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mempunyai cita-cita untuk bisa mengembangkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2019. Namun sepertinya cita-cita tersebut sulit untuk tercapai
Deputi Bidang Teknologi Batan, Taswanda Taryo menuturkan, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rancana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2015-2025, Indonesia harus memiliki Pembangkit Listrik Tanaga Nuklir (PLTN) pada 2019 nanti. "Jadi kalau mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007, PLTN harus ada di 2015-2019," kata Taswanda, di Jakarta, Senin (14/12/2015).
Namun, rencana yang tertuang dalam RPJPN tersebut sepertinya tidak akan tercapai. Penyebabnya, sampai saat ini belum ada langkah nyata yang mendorong untuk mewujudkan rencana tersebut. "Dengan melihat kondisi sekarang, sepertinya tidak akan tercapai," ujarnya.
Menurut Taswanda, jika memang target tersebut benar-benar ingin direalisasikan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemerintah harus membentuk panitia nasional terdiri dari instansi‎ terkait pembangunan PLTN. "Kami berpikir harus ada panitia nasional. Dimana seluruh stakeholder benar benar ada di situ. Batan, BUMN, lingkungan hidup, Bappenas, ESDM, Ristek untuk kebijakan teknologi," paparnya.
Baca Juga
Ia mengungkapkan, panitia tersebut bertugas merancang pembangunan PLTN. "Panitia ini langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Karena di situ sudah lengkap, bagaimana lokal partisipasi kita, bagaimana kemampuan kita dalam hal teknologi, bagaimana perizinan, macam-macam," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) juga menyatakan saat ini pengembangan energi nuklir di Indonesia ini masih pembahasn di atas meja. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE)Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, seharusnya pengembangan energi nuklir dilihat dari berbagai sisi, sehingga tidak perlu dikhawatirkan tentang dampaknya.
"Nuklir itu untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang baru kita upayakan di sektor itu dengan melihat keberhasilan dan kegagalan di luar negeri, lihat statistik PLTN di dunia teknologi pengamanannya dan seterusnya," kata Rida.
Menurut Rida, saat ini pengembangan nuklir di Indonesia masih sebatas diskusi. Instansinya telah mengumpulkan mengenai dampak positif dan negatif pengembangan energi ini. ORang Indonesia, lanjut Rida, seolah tabu jika membicarakan mengenai PLTN. "Maksud kami PLTN itu ditaruh di atas meja, tidak demikian belum apa-apa orang tabu. Menurut saya itu data-data yang ada Jerman nutup , Jepang nutup, di sisi lain China bangun 10 biji," tuturnya.
Rida mengungkapkan, saat ini Indonesia sebenarnya sudah menggunakan nuklir, di antaranya digunakan untuk kesehatan dan pertanian. Rida mengatakan, tak ada bedanya jika komponen nuklir tersebut digunakan untuk membangun PLTN.
"Apa yang dlakukan oleh kita berupaya meletakan PLTN sebagai sesuatu yang tidak lagi yang tabu diperbincangkan teman-teman tidak tabu dengan nukir di kesehatan sudah pakai, di pertanian sudah pakai, sama untuk di PLTN. Cuma peruntukannya beda kalau, terpapar sama bahayanya," pungkasnya. (Pew/Gdn)
Advertisement