Liputan6.com, Jakarta - Berlangsungnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun depan bakal menjadi wadah bagi produk barang dan jasa Indonesia untuk melebarkan pasarnya ke negara lain. Namun juga sebaliknya, dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia juga menjadi pasar yang menggiurkan bagi barang dan jasa negara lain.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Euis Saedah mengatakan, dari sisi IKM harus diakui masih ada sektor usaha yang sepenuhnya siap menghadapi persaingan ini. Hal ini lantaran banyak IKM yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Bayangkan kita dari Kementerian Koperasi dan UKM ada 55 juta usaha, dari IKM industri ada 3,5 jutaan. Jadi logis kalau dibilang ada yang siap, ada yang tidak," ujarnya di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Baca Juga
IKM yang tidak siap yaitu IKM yang belum berdaya saing, belum mengenal teknologi, dan masih belum memiliki konsistensi dalam proses produksinya. "Tapi yang siap juga banyak. Buktinya Malaysia banyak yang beli di sini," kata dia.
Euis juga menjelaskan, banyak anggapan yang menyatakan Indonesia tidak siap menghadapi persaingan saat MEA karena pasar Indonesia yang besar sehingga produk-produk IKM lokal selain harus bersaing di dalam negeri juga bersaing dengan produk negara lain.
"Kenapa kita dibilang tidak siapa karena penduduk kita separoh ASEAN, jadi penjual ASEAN ingin menjual ke kita karena penduduk banyak. Bukan berarti tidak mampu, kita mampu. Dari produk-produk ASEAN banyakan kita yg bagusnya. Kalau dikatakan, 75 persen itu produk yang dikonsumsi sendiri, dan 40 persennya dari IKM itu makanan, kebanyakan makan itu konsumsi sendiri," jelasnya.
Menurut Euis, hingga saat ini IKM yang siap menghadapi persaingan dalam MEA seperti fashion, kerajinan, makanan dan alas kaki. Sebab sejak lama produk-produk tersebut telah diekspor ke negara lain.
Sementara itu, untuk meminimalisir dampak dari berlakunya pasar bebas terhadap produk-produk lokal, lanjut Euis, peran konsumen sangat penting agar tidak hanya melihat sebuah produk buatan negeri, tetapi juga membandingkan kualitasnya dengan produk lokal.
"Kita tentunya harus pandai-pandai memilih ini produk siapa, kembali ke konsumen jadi kalau belanja ihat ini bikinan mana. Kita harus bedakan keinginan dan kebutuhan, semua kebutuhan harus dalam negeri, kalau keinginan ya boleh dari luar," tandasnya. (Dny/Gdn)