Sukses

Ini Efek Buruk Jika Janet Yellen Naikkan Suku Bunga AS

Gubernur Bank Sentral Amerika (AS), Janet Yellen ancang-ancang menaikkan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS).

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Sentral Amerika (AS), Janet Yellen ancang-ancang menaikkan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan sebesar 25 basis poin (bps). Eksekusi kebijakan tersebut akan ditentukan pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) 15-16 Desember 2015.

Bagaimana dampaknya pada ekonomi dunia dan Indonesia apabila suku bunga AS naik?

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan, penyesuaian Fed Fund Rate (FFR) merupakan sebuah fenomena besar yang perlu diantisipasi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sebab dampak realisasi dari kebijakan ini akan menyeluruh.

"Suku bunga naik, dolar AS semakin diburu karena mata uang ini akan menguat terhadap seluruh mata uang di dunia, termasuk rupiah," ucap Josua saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Lebih jauh dijelaskannya, pelemahan mata uang akan berimbas langsung pada bisnis atau sektor industri yang mengandalkan komponen impor besar dalam produksi sehingga kebutuhan dolar AS meningkat dan memacu biaya produksi.

"Dampak tidak langsungnya, pelemahan kurs rupiah mengakibatkan pengusaha dan masyarakat cenderung menunda konsumsi, karena daya beli masih lemah mengingat pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya diperkirakan di bawah 5 persen. Jadi imbasnya menyeluruh," terang Josua.

Menurutnya, ada beberapa sektor industri yang bakal terkena guncangan badai kenaikan suku bunga The Fed dan depresiasi kurs rupiah. Di antaranya, industri elektronik, properti, otomotif dan sektor lain yang masih bergantung pada bahan baku impor.

"Ini juga bisa menjadi penyebab inflasi, sehingga perlu diantisipasi. Karena inflasi yang tinggi bisa menghambat perekonomian. Jadi tantangan tahun depan masih cukup berat," ujar Josua.

Ia berharap, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah segera merespons penyesuaian suku bunga AS dengan berbagai langkah kebijakan dalam rangka stabilisasi kurs rupiah. Salah satu yang sudah dilakukan BI, kata Josua, adalah bekerjasama dengan pihak Australia dalam menerapkan bilateral currency swap agreement, sebagai suntikan cadangan devisa ke Indonesia.

"BI akan terus ada di pasar dan intervensi jika rupiah sudah di luar nilai fundamentalnya. Ke depan, pemerintah juga akan melanjutkan paket kebijakan, karena selama ini upaya pemerintah perlu direspons positif untuk mendatangkan investasi," pungkas Josua. (Fik/Zul