Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan melakukan efisiensi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanaja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Langkah tersebut dilakukan guna mengimbangi penerimaan negara dari pajak yang diperkirakan tidak sesuai target.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, akan mengurangi biaya-biaya yang kurang penting. Kemudian, mengurangi pengeluaran dari anggaran yang menggunakan bahasa bersayap atau multitafsir.
Sebagai contoh, jika pemerintah mengalokasikan belanja untuk membeli benih sebaiknya ditulis untuk pembelian benih. Bukan menggunakan terminologi lain seperti pemberdayaan petani.
"Sebetulnya harus dikurangi dari yang kurang penting seperti biaya perjalanan. Terminologi yang rancu dalam penganggaran, contoh kata pemberdayaan petani," kata dia di Tangerang, Kamis malam (17/12/2015).
Sementara, perlambatan ekonomi turut menyumbang tak tercapainya target pajak tahun ini. Darmin menuturkan, dengan realisasi 82 persen sampai 83 persen merupakan capaian yang baik. Sayangnya, jika dijadikan acuan target penerimaan APBN 2016 sebesar Rp 1.368,5 triliun terhitung tinggi.
Baca Juga
"Kalau realisasi 2015 dipakai dasar penerimaan APBN 2016, pertumbuhan penerimaan meledak lagi, naik sangat tinggi. Kalau tidak salah mendekati 40 persen juga," ujarnya.
Menurut Darmin, APBNP 2016 lebih baik cepat dilakukan. Hal tersebut akan memberikan kepastian dan menghindari risiko kekurangan penerimaan yang lebih besar pada tahun depan.
"Oleh karena itu, walaupun ada rencana menjalankan tax amnesty, kelihatannya APBN harus lebih cepat diamandemen. Kita tidak bisa seperti di 2015 selalu dibilang nanti bisa, tahu-tahu hasilnya lain. Kepastian dan kejelasan harus ada. Sehingga kalau dibuat APBNP agak cepat itu akan lebih menolong pada kejelasan, dan resiko menjadi lebih kecil," tandas dia.Â
Sedangkan untuk penerimaan pajak 2015 ini Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro telah meminta kepada Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pajak Baru, Ken Dwijugiasteadi untuk mengejar target penerimaan pajak sampai akhir tahun ini Rp 1.049 triliun.Â
"Ketika saya mengangkat Pak Ken, sebagai Plt, pesan saya cuma satu mengamankan perkiraan penerimaan di Desember. Karena berdasarkan perhitungan setahun ini, penerimaan pajak tanpa PPh Migas sebesar Rp 1.049 triliun atau 84,3 persen dari target APBN-P 2015," jelas Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/12/2015) malam.
Dengan realisasi hingga 30 November 2015 sebesar Rp 830,7 triliun, maka pimpinan Ditjen Pajak ini harus mengumpulkan penerimaan Rp 218,3 triliun khusus di Desember ini. Menurutnya, Ditjen Pajak bisa mengejar target tersebut dengan berbagai cara.
Pertama, menyisir target PPh dan PPN dengan potensi Rp 97,9 triliun. Itu adalah setoran rutin. Kedua, upaya ekstensifikasi berupa perluasan Wajib Pajak yang selama ini belum membayar kewajiban dengan potensi penerimaan Rp 16,7 triliun.
Upaya ketiga, imbauan dari program Tahun Pembinaan Pajak dengan potensi penerimaan sekitar Rp 51,3 triliun. Keempat, pemeriksaan dan penagihan Rp 47 triliun. Kelima, penyelidikan dengan potensi Rp 1,7 triliun dan keenam, kebijakan revaluasi aset yang diharapkan bisa menyumbang Rp 10 triliun.
"Sejak dikeluarkan PMK revaluasi aset, ada tiga kelompok usaha yang menyumbang setoran pajak lumayan, yakni sektor perbankan, perkebunan, dan sektor properti," terang Bambang. (Amd/Gdn)