Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yakin kondisi perekonomian dalam negeri dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun depan akan lebih baik jika dibandingkan yang terjadi sepanjang 2015 ini.
Dalam Sharing on Excelent Economic Outlook 2016, Ketua Umum Apindo, Haryadi Sukamdani memperkirakan rupiah akan menguat ke level Rp 13 ribu per dolar AS. Level ini diyakini akan menjadi titik keseimbangan baru bagi nilai tukar rupiah.
"Kalau balik ke level Rp 10.000 per dolar AS berat. Mungkin balik ke Rp 13.000 per dolar AS, sangat mungkin, jadi titik keseimbangan baru," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Dia mengungkapkan, menguatnya rupiah hingga menjadi titik keseimbangan baru tersebut akan didorong beberapa hal, seperti digenjotnya belanja pemerintah pada tahun depan sehingga diharapkan akan memberikan dampak positif bagi perekonomian.
"Sekarang ada yang positif poinnya, pemerintah mempercepat belanjanya. Government spending juga dimajukan, jadi Januari bisa langsung jalan. Saya pikir bagus. Jadi indikator positif," kata dia.
Baca Juga
Selain itu, meski harga komoditas di pasar global tengah anjlok, Indonesia punya andalan baru untuk menggantikan kinerja ekspor, yaitu sektor pariwisata. Pemerintah diharapkan mendorong sektor ini secara maksimal pada tahun depan.
"Sektor pariwisata belum kita genjot, sektor yang digarap belum serius. Jadi kalau kita kehilangan pendapatan dari komoditas itu bisa digantikan dengan pariwisata. Manufaktur juga nanti kan besar-besaran untuk promosi. Bisa gantikan komoditas yang harganya lagi hancur," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Ikatan Alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Budi Harto. Menurutnya, sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), banyak kebijakan-kebijakan kontraproduktif untuk jangka pendek yang justru menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun kebijakan tersebut dinilai akan memberikan dampak positif dalam jangka menengah dan jangka panjang.
"Kami tahu bahwa 2015 ini ternyata banyak hal-hal yang tidak duga sebelumnya karena akhir 2014 yang lalu kita melihat bahwa pemerintah sudah ada kemauan untuk mengalihkan subsidi BBM pada infrastruktur. Kemudian juga pemerintah menargetkan penerimaan pajak yang tinggi dan juga pertumbuhan lebih dari 5 persen," tuturnya.
Kondisi pada 2015 ini juga diperparah dengan pelemahan nilai tukar rupiah serta anjloknya harga komoditas seiring dengan melemahnya permintaan yang merupakan efek dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara, salah satunya China.
"Kami melihat bahwa pada tahun ini ternyata rupiah melemah sampai menyentuh di atas Rp 14.000 per dolar AS. Kemudian juga ekspor kita banyak yang turun karena menurunnya harga sawit dan karet, juga komoditas mineral lainnya. Kemudian juga penerimaan pajak juga tidak tercapai, kemudian belanja pemerintah juga terlambat yang tampaknya juga tidak tercapai sesuai dengan rencana karena di awal-awal pemerintahan ini juga banyak perubahan nomenklatur," jelas Budi.
Namun, pria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT Wijaya Karya (WIKA) Persero, Tbk tersebut juga yakin pada 2016 kondisi ekonomi di dalam negeri akan jauh lebih baik. Indikatornya, kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam sejumlah paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah akan mulai terealisasi dan dirasakan manfaatnya tahun depan.
"Kita melihat bahwa pemerintah saat ini sudah serius mempersiapkan semuanya dan sudah memberikan banyak kebijakan-kebijakan dalam perekonomian yang memberi stimulus pada pertumbuhan ekonomi. Kemudian kita juga melihat bahwa saya yakin belanja pemerintah tahun depan akan lebih baik daripada tahun ini dan infrastruktur sudah mulai dikembangkan. Saya kira, kondisi ekonomi pada 2016 akan lebih baik dari pada 2015," tandasnya. (Dny/Gdn)*
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6