Sukses

Menteri Jonan Batal Larang Ojek Online Beroperasi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan roda dua sebenarnya tidak dimaksudkan untuk sebagai angkutan publik.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kembali mengizinkan layanan ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya beroperasi kembali. Sebelumnya, layanan ojek online memang sempat dilarang karena tidak sesuai dengan undang-undang. 

Jonan menerangkan, Sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan roda dua sebenarnya tidak dimaksudkan untuk sebagai angkutan publik. Namun realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai.

Kesenjangan antara kebutuhan transportasi dengan kemampuan menyediakan angkutan publik tersebut kemudian diisi oleh ojek dan beberapa waktu terakhir juga dilayani oleh transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek dan lainnya.

"Atas dasar itu, ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," jelasnya dalam keterangan pers yang diterima oleh Liputan6.com, Jumat (18/12/2015).

Terkait dengan aspek keselamatan di jalan raya yang menjadi perhatian utama pemerintah, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan Korlantas Polri.


Sebelumnya Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) memang melarang pengoperasian ojek online atau layanan kendaraan online sejenis lainnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, larangan operasi tersebut dilakukan karena tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) dan peraturan perundang-undangan turunannya.

Apalagi sejak 2011 hingga kini marak beroperasi layanan kendaraan berbasis aplikasi online seperti Uber Taksi, Go-Jek, Go-Box, Grab Taksi, Grab Car, Blu-Jek, Lady-Jek.

Menurut pihak Ditjen Hubdat, dasar hukum penyelenggaraan angkutan orang dan angkutan barang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

"(Serta) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang," tulis Ditjen Hubdat Kemenhub dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/12/2015) malam.

Namun, imbuh pihak Ditjen Hubdar, aturan itu justru berbalik dengan fakta yang terjadi. Layanan transportasi online sudah ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya dengan jumlah driver atau pengendaranya sudah mencapai sekitar 20.000.
Go-jek (Foto:www.go-jek.com)
Ojek online bahkan bukan hanya menyediakan jasa transportasi antar-orang. Namun juga pengiriman paket dan pemesanan makanan. Kemudahan pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari angkutan umum, ini dinilai dapat menimbulkan gesekan dengan moda transportasi lain.

Pihak Ditjen Hubdat menambahkan, banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, Go-Jek, Grabbike dengan moda transportasi lain yang menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas. Dengan terkoordinasinya Go-Jek atau Grabbike berarti menyalahi aturan lalu lintas dalam pemanfaatan sepeda motor.

"(Apalagi) Sepeda motor dan kendaraan pribadi yang dijadikan alat transportasi angkutan umum sampai saat ini belum dilakukan penindakan secara tegas oleh aparat penegak hukum," imbuh Ditjen Huibdat. (Yas/Gdn)*


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Terkini