Sukses

Mantan Ketua MK Ingin Freeport Hengkang dari RI

Sesungguhnya tidak boleh ada kontrak antara pemerintah dengan pengusaha atau pelaku bisnis.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Umum Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ikut angkat bicara terkait kegaduhan kasus Papa Minta Saham Freeport Indonesia. Pemerintah diminta segera mengakhiri kontrak dengan perusahaan tambang emas dan mineral asal Amerika Serikat (AS) itu. 

"Kontrak dengan Freeport harus habis," jelas Mahfud saat membuka acara Diskusi Publik Mengutamakan Gas Untuk Kebutuhan Dalam Negeri di kantor KAHMI, Jakarta, Jumat (18/12/2015). 
 
Koordinator Majelis Nasional Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) itu menegaskan, sesungguhnya tidak boleh ada kontrak antara pemerintah dengan pengusaha atau pelaku bisnis. Ini menyebabkan ketidakseimbangan, kecuali antara pemerintah dengan pemerintah atau bisnis dengan bisnis (B to B). 
 
"Freeport kalau mau terus di sini harus menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP), bukan kontrak dengan negara, enak saja. Karena dengan IUP, Freeport bisa bermitra dengan BUMN atau perusahaan lokal, bukan dengan negara," ucap Mahfud.
 
Pasalnya merujuk Undang-undang Dasar (UUD) 1945, ia bilang, negara menguasai sumber daya alam karena lima kewenangan. Yakni, membuat kebijakan, mengatur, mengurus, mengolah dan mengawasi karena sumber daya alam merupakan milik negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran.
 
"Kalau Freeport sudah menggunakan IUP, negara mengawasi. Bisa sewaktu-waktu mencabut, menjatuhkan denda, dan membatalkan karena negara yang punya wewenang itu. Inilah yang seharusnya dilakukan," terang Mahfud. 
 
Ia pun menilai jika Ketua DPR Setya Novanto bersalah atas kasus Freeport Indonesia karena mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden meminta jatah saham. Namun ribut-ribut ini tidak lepas dari kesalahan pemerintah. 
 
"SN sudah pasti salah, tapi pemerintah juga harus dievaluasi apa yang dilakukan selama ini. Kenapa masih ada istilah perpanjangan kontrak. Apakah itu benar atau tidak, jadi harus dijelaskan. Saya sudah sampaikan ke Menteri ESDM Sudirman, karena harus dipertanggungjawabkan kepada hukum kenapa kebijakan harus diambil dan sebagainya," jelas Mahfud. (Fik/Nrm)