Sukses

Harga Minyak Tertekan Penambahan Jumlah Sumur Pengeboran Minyak

Banyak analis memperkirakan bahwa harga minyak masih akan terus tertekan pada tahun depan.

Liputan6.com, New York - Harga minyak berbalik arah ke level yang rendah setelah sebelumnya sempat mengalami penguatan yang cukup besar pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunan harga minyak karena adanya data yang menunjukkan penambahan jumlah sumur pengeboran minyak di Amerika Serikat (AS).

Mengutip Wall Street Journal, Sabtu (19/12/2015), Light Sweet Crude Oil untuk pengiriman Januari turun 22 sen atau 0,6 persen ke US$ 34,73 per barel di New York Mercantile Exchange. Level tersebut merupakan level penutupan terendah sejak Februari 2009.

Sedangkan untuk Brent, yang merupakan patokan harga minyak global, turun 18 sen atau 0,5 persen ke level US$ 36,88 per barel di ICE Futures Europe, level terendah sejak Desember 2008.


Dalam data yang dikeluarkan oleh Baker Hughes Inc menyebutkan bahwa jumlah sumur pengeboran minyak di AS mengalami kenaikan 17 sumur menjadi 541 sumur di pekan ini. Sebelumnya selama empat pekan berturut-turut jumlah sumur pengeboran di AS terus mengalami penurunan.

Jumlah sumur pengeboran ini berbanding lurus dengan jumlah pasokan minyak mentah. Semakin banyak jumlah sumur pengeboran bisa diartikan pasokan minyak mentah akan semakin bertambah. Demikian juga sebaliknya, pengurangan sumur pengeboran menurunkan jumlah pasokan.

Penambahan pasokan ini merupakan penambahan terbesar kedua dalam satu tahun terakhir. Sebelumnya penambahan terbesar terjadi pada Juli lalu yang terjadi setelah harga minyak mengalami lonjakan ke level US$ 60 per barel.

"Pasar saat ini mudah putus asa," jelas vice president of research and analysis Mobius Risk Group, Houston, AS, John Saucer.

Sebenarnya, harga minyak sempat merangkak naik dalam perdagangan beberapa hari sebelumnya karena pelemahan nilai tukar dolar AS. Namun ternyata sentimen tersebut tidak bertahan lama.

Banyak analis memperkirakan bahwa harga minyak masih akan terus tertekan pada tahun depan. Hal ini karena tidak ada kesepakatan untuk mengontrol pasokan minyak yang ada. Selama ini OPEC terus menerus memompa produksi yang membuat pasokan minyak mentah di dunia terlalu banyak jika dibandingkan dengan kebutuhan.

Apalagi saat ini sedang terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara yang membuat permintaan akan minyak sebagai sumber energi juga mengalami penurunan. Goldman Sachs Group Inc mengungkapkan dalam analisnya bahwa jika OPEC terus memompa produksi maka risiko kejatuhan harga minyak ke level yang lebih dalam akan sangat tinggi. (Gdn/Igw)