Sukses

Ojek Online Kembali Beroperasi, Pengusaha Minta UU LLAJ Direvisi

Layanan ojek online bertentangan dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah sebelumnya sempat menerbitkan surat edaran (SE) tentang larangan layanan ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya beroperasi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mencabut surat tersebut. Kini layanan jasa transportasi berbais berbasis online tersebut kembali diperbolehkan untuk beroperasi.

Namun keputusan pencabutan larangan tersebut disayangkan oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda). Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, langkah pemerintah untuk melarangan beroperasi layanan transportasi online tersebut sebenarnya sudah tepat.

Pasalnya, layanan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Oleh sebab itu, lanjut Shafruhan, jika memutuskan untuk mengizinkan layanan jasa transportasi online beroperasi, maka pemerintah harus melakukan revisi terhadap UU tersebut.

"Seharusnya Pak Presiden memerintahkan menterinya untuk revisi UU LLAJ itu," ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/12/2015).

Shafruhan menyatakan, jika pemerintah tidak melakukan revisi terhadap UU tersebut, maka layanan jasa transportasi online ini merupakan layanan transportasi ilegal dan bertentangan dengan peraturan yang ada. "Jangan mengizinkan kendaraan angkutan ilegal beroperasi sebelum direvisi UU-nya," kata dia.

Seperti diketahui, tak lama setelah mengeluarkan SE Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 terkait larangan ojek dan taksi online untuk beroperasi mengangkut penumpang, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan akhirnya membatalkan larangan tersebut. Hal ini dilakukan setelah mendapatkan teguran dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jonan menerangkan, Sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan roda dua sebenarnya tidak dimaksudkan untuk sebagai angkutan publik. Namun realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai.

Kesenjangan antara kebutuhan transportasi dengan kemampuan menyediakan angkutan publik tersebut kemudian diisi oleh ojek dan beberapa waktu terakhir juga dilayani oleh transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek dan lainnya.


"Atas dasar itu, ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," jelasnya.

Terkait dengan aspek keselamatan di jalan raya yang menjadi perhatian utama pemerintah, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan Korlantas Polri. (Dny/Gdn)



**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Terkini