Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memberikan sinyal untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada awal 2016 nanti. Penurunan harga BBM subsidi khususnya untuk jenis Solar tersebut dilakukan karena adanya penurunan harga minyak dunia dan nilai tukar.
Tengok saja, harga Light Sweet Crude Oil untuk pengiriman Januari pada akhir pekan lalu turun 22 sen atau 0,6 persen ke US$ 34,73 per barel di New York Mercantile Exchange. Level tersebut merupakan level penutupan terendah sejak Februari 2009.
Sedangkan untuk Brent, yang merupakan patokan harga minyak global, turun 18 sen atau 0,5 persen ke level US$ 36,88 per barel di ICE Futures Europe, level terendah sejak Desember 2008.
Rencana dari pemerintah tersebut cukup mengejutkan mengingat sepanjang tahun ini pemerintah sepertinya enggan untuk menurunkan harga BBM Subsidi.
Terhitung sejak awal tahun, pemerintah baru menurunkan harga BBM Subsidi khusus untuk Solar pada Oktober 2015 kemarin dengan nilai Rp 200 per liter menjadi Rp 6.700 per liter.
Mengapa pemerintah ingin menurunkan harga BBM Subsidi khususnya untuk Solar? berikut ulasannya:
Hitungan pemerintah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberi sinyal penurunan harga BBM bersubsidi jenis Solar pada awal tahun depan karena merespons anjloknya harga minyak dunia yang sudah menyentuh US$ 35 per barel meskipun kurs rupiah terdepresiasi sampai 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu, Askolani mengungkapkan, pemerintah akan kembali menghitung harga jual BBM Solar subsidi berdasarkan rata-rata harga minyak dunia, harga MOPS (Mean of Plats Singapore) dan nilai tukar rupiah. Solar subsidi saat ini masih dijual seharga Rp 6.700 per liter.
"Kami harus hitung lagi secara bulanan. Sebelumnya kan harga Solar sudah diturunkan. Harga BBM bulan lalu tidak jauh dari harga keekonomian," ucapnya.
Pemerintah akan mengevaluasi harga BBM pada Januari 2016. Apakah ada kemungkinan untuk turun atau tetap berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan. Namun ia memperkirakan, harga jual Solar subsidi bisa turun.
"Solar kemungkinan bisa turun lagi. Indikasi, insting saya bisa lebih murah. Nanti kita akan buktikan dengan perhitungan tergantung MOPS dan kurs rupiah. Kalau harga MOPS-nya turun, maka akan sangat membantu," jelas Askolani.
Di sisi lain, sambungnya, pemerintah enggan menanggung kerugian PT Pertamina (Persero) sekitar Rp 12 triliun akibat batal menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun ini. Kerugian itu dianggap utang pemerintah kepada BUMN Migas tersebut.
Pertamina setuju
PT Pertamina (Persero) mengakui harga BBM subsidi kemungkinan bisa diturunkan ‎pada awal tahun depan.
Direktur Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan perseroan akan membicarakan kemungkinan penurunan harga BBM ke pemerintah. "Rasanya bisa, nanti kita bicarakan dengan pemerintah," kata Dwi.
Saat ini Pertamina bersama pemerintah sedang melakukan analisis terhadap harga minyak dunia untuk menetapkan pola waktu perubahan harga BBM.
"Sekarang kita sedang bahas dengan pemerintah, termasuk analisis terhadap harga minyak. Sekarang ini kan harga minyak rendah sekali. Jadi apakah harga minyak rendah ini bisa kita pakai untuk kurun waktu 3 bulan ke depan atau nanti masih ada gejolak-gejolak," ucapnya.
Dwi menegaskan Pertamina akan mendukung kebijakan apa pun yang diambil oleh pemerintah serta berhubungan dengan kemampuan masyarakat.
Alasan BBM Subsidi tak turun di 2015
Kondisi di 2016 ini berbeda dengan 2015 kemarin. Jika di akhir tahun ini pemerintah telah memberikan sinyal untuk menurunkan harga BBM Subsidi di awal 2016 nanti, pada tahun lalu pemerintah hanya sekali menurunkan harga BBM Subsidi penurunan tersebut dilakukan pada Oktober 2015 untuk jenis Solar dengan nilai Rp 200 per liter menjadi Rp 6.700 per liter. Padahal, di tahun ini harga minyak dunia telah turun cukup tinggi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakuti, jatuhnya harga minyak mentah dunia seharusnya berpengaruh pada harga jual BBM di dalam negeri. Namun kenyataannya, harga jual BBM di dalam negeri relatif stabil.
"Sebetulnya memang harga BBM itu apa hubungannya dengan harga crude oil. Karena harga crude oil itu, harga inputnya turun ya," kata dia.
Akan tetapi, Darmin mengatakan ada dua faktor yang membentuk harga BBM di pasaran. Pertama, apakah PT Pertamina (Persero) sudah menutup beban dari penjualan BBM. Jika, belum maka wajar jika harga BBM tinggi. "Kalau belum bisa, tidak otomatis, bukannya tidak bisa, tapi tidak otomatis turun, karena ditunggu dulu dia tutup benar," ujarnya.
Faktor kedua, penyaluran subsidi apakah dipertahankan sampai akhir tahun atau tidak. Hal tersebut mempengaruhi harga BBM di pasaran. "Kedua apakah subsidinya dibiarkan tetap atau nggak, itu akhir tahun. Kalau berapa besar bisa diperoleh subsidi untuk energi, keputusan tetap atau tidaknya harga," tandas dia. (Gdn/Nrm)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Â
Advertisement
Ingin selesaikan masalah dalam berbisnis? Simak video berikut: