Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berharap pemerintah dan DPR segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Revisi UU ini dianggap penting untuk menaungi penyedia layanan transportasi online yang tengah menjamur.
Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, UU tentang pengaturan angkutan di jalan raya memang sudah seharusnya direvisi agar menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, tidak ada lagi kontroversi akan keberadaan penyedia layanan transportasi online semacam ini.
"Saya kira itu yang harus dipercepat untuk menyesuaikan dengan bisnis model yang baru karena bisnis model yang berkembangan tapi UU-nya ketinggalan. Harusnya ada agenda dari Kemenhub dan partner-nya dari DPR untuk merevisi UU ini karena saya kira UU-nya bisa mengakomodir model bisnis baru ini," ujarnya di Jakarta, Senin (21/12/2015).
Syarkawi mengatakan, sebenarnya adanya layanan transportasi online ini bukan berarti mematikan jasa transportasi yang sudah ada. Justru seharusnya jasa transportasi yang sudah ada selama puluhan tahun tersebut melakuk pembenahan diri agar tetapi menarik minat penggunannya.
"Saya kira tidak ada masalah, justru semua bisnis yang bisa dukung kompetisi dan memperbanyak pemain di setiap sektor itu harus didukung, jangan malah dibatasi.
Baca Juga
Dan armada ini (ojek) kan sudah ada sejak dulu, kalau sekarang dilarang kenapa baru sekarang, ojek sejak 1970 sudah ada. Kenapa baru sekarang dipermasalahkan," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga dinilai bertanggungjawab untuk menyediakan angkutan yang murah bagi masyarakat. Jadi tidak bisa begitu saja menyalahkan salah satu pihak yang mampu mampu memberikan layanan transportasi dengan harga yang terjangkau.
"Pemerintah belum sanggup menyiapkan sistem layanan transportasi yang murah sehingga yang muncul transportasi informal. Dari pada informal dilakukan secara individu justru akan membantu dengan adanya Go-Jek, Grab Bike, Uber dan lain-lain untuk memformalkan, mengorganisasi ojek dan taksi yang selama ini dilakukan secara individual. Karena lebih terorganisasi secara lebih baik servicenya lebih baik bahkan income ke negara lebih bagus terkait NPWP dan lain-lain. Jadi ini di-formalisasi. Kalau formal, unsur sefety pasti lebih terjamin," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto mempunyai usulan yang bisa menengahi perdebatan antara kebutuhan masyarakat akan moda transportasi dan masalah undang-undang yang ada. Dalam usulan itu, masyarakat masih bisa menggunakan ojek namun keselamatan para penumpang tetap terjaga.
"Kadin mengusulkan pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait keamanan dan keselamatan ojek, misalnya pembatasan motor yang di atas 150 cc tidak boleh dipakai untuk ojek," kata Carmelita.
Tak hanya itu, Carmelita menambahkan, untuk menjamin keselamatan pengendara dan penumpang, seluruh peralatan yang digunakan harus berlabel SNI, seperti misalnya helm.
Menurut Carmelita, dalam konflik ini, sebagai otoritas dirinya tidak menyalahkan Menteri Jonan. Dikatakannya, Jonan hanya menjalankan apa yang sudah ditentukan dalam UU yang notabene telah disusun oleh semua pihak.
"Namun Kadin melihat perlunya koordinasi antara Kementerian Perhubungan dan instansi terkait lain untuk mempercepat lahirnya transportasi publik yang aman, nyaman, terjangkau, dan memadai dari segi ketersediaan," papar wanita yang akrab dipanggil Memei ini. (Dny/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6