Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait pembekuan izin usaha pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) sejumlah perusahaan.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Ditjen Industri Agro Kemenperin, Pranata mengatakan, saat ini ada sekitar 80 industri yang terkait dengan hasil kehutanan. Sedangkan 23 perusahaan diantaranya terkena pembekuan izin usaha.
"Kami akan mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar peraturan pembekuan izin dan larangan penghentian operasi di seluruh areal operasi HTI dicabut," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Dia mengatakan, akibat pembekuan izin ini bukan hanya industri hasil hutan selaku penyedia bahan baku yang dirugikan, tetapi juga industri pengguna bahan baku hasil hutan tersebut, seperti industri bubur kertas (pulp) dan kertas.
"Produksi pulp mencapai 6,4 juta ton per tahun dan produksi kertas 10,4 juta ton per tahun. Sedangkan ekspor pulp mencapai 3,5 juta ton dengan nilai US$ 1,72 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun dan ekspor kertas sebesar 4,35 juta dengan nilai US$ 3,74 miliar atau sekitar Rp 51,2 triliun," katanya.
Pranata menilai, dengan pembekuan izin dan larangan penghentian operasi tidak hanya di areal terbakar saja, tetapi di seluruh areal operasi. Dengan demikian, target pertumbuhan industri pulp dan kertas sebesar 3 persen-4 persen pada tahun depan tidak akan tercapai.
Baca Juga
"Industri pulp dan kertas ini juga memiliki daya saing yang tinggi dan menyerap ribuan tenaga kerja,” ujar Pranata.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida menyatakan penolakannya terhadap langkah Kementerian LHK yang memberikan sanksi pencabutan dan pembekuan izin usaha pengelolaan hutan tersebut. Langkah ini dinilai akan mematikan industri pulp dan kertas tahun depan.
"Padahal, tahun depan sudah masuk pasar bebas ASEAN. Kalau pasokan bahan baku berkurang industri pulp dan kertas tahun depan akan terancam," tegas dia.
Menurut Liana, dengan berkurangnya pasokan bahan baku sama saja dengan memaksa pabrik pulp dan kertas untuk tutup. Hal ini dinilai bukan hanya akan merugikan perusahaan tetapi juga akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.
"Tidak mungkin perusahaan HTI membakar hutannya dengan sengaja. Investasi di sektor HTI mencapai Rp 60 triliun dengan nilai ekspor US$ 5,6 miliar dan tuduhan pembakaran HTI akan merusak bisnis industri pulp dan kertas," tandasnya.(Dny/Nrm)