Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta menyatakan ada dua perusahaan yang mengajukan penangguhan Upah Minimum Propinsi (UMP) dari wilayah Jakarta Barat. Kedua perusahaan tersebut tidak sanggup membayar upah buruh yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta sebesar Rp 3,1 juta per bulan di tahun depan.
Wakil Ketua Umum KADIN DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengungkapkan sampai dengan batas akhir pengajuan penangguhan per 20 Desember 2015, hasil pantauan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta hanya ada dua perusahaan yang mengajukan penangguhan dari wilayah Jakarta Barat.
"Jadi secara umum dunia usaha di DKI Jakarta dapat menerima dan melaksanakan UMP 2016 sebesar Rp 3,1 juta di tengah ketidakpastian ekonomi sekarang ini," ujar Sarman dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (27/12/2015).
Baca Juga
Lebih jauh dijelaskan penetapan kenaikan Upah Minimun Sektoral Propinsi (UMSP) DKI Jakarta masih alot. Data Anggota Dewan Pengupahan ini menyebut sampai dengan 21 Desember 2015, baru dua sektor yang telah melaporkan hasil kesepakatan dan perundingan, yaitu sektor farmasi dan kesehatan naik 3,5 persen dari UMP 2016 menjadi Rp 3.208.500.
Hasil ini, ucap Sarman, adalah kesepakatan antara asosiasi perusahaan dan serikat pekerja dengan catatan. Perusahaan tersebut memiliki aset di atas Rp 3,5 triliun.
Sektor kedua adalah sektor Kimia, Energi dan Pertambangan dengan subsektor industri bahan kosmetik dan kosmetik naik menjadi Rp 3,2 juta. Sedangkan sektor tekstil, sandang dan kulit, sektor otomotif, retail, makanan dan minuman, jasa perhotelan, sub-sektor elektronik, sub-sektor industri besi dan baja dasar serta sub-sektor LEM masih dalam proses perundingan. Ada juga yang tidak mendapat respons dari asosiasi terkait.
Sarman berharap Gubernur DKI Jakarta dalam menetapkan UMSP 2016 menunggu hasil perundingan dan kesepakatan asosiasi serta serikat pekerja yang terkait. "Jika memang tidak ada hasil kesepakatan, artinya sektor perusahaan itu merasa tidak mampu. Mungkin dengan UMP sebesar Rp 3,1 juta sudah sangat ideal," ia menjelaskan.
Perihal Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang sampai saat ini masih ditolak serikat pekerja, Sarman mengaku ini adalah bentuk kepastian bagi dunia usaha dan buruh atas kenaikan upah setiap tahun, termasuk jaminan dan besarannya.
Bagi Dewan Pengupahan, ujarnya, dengan adanya PP tersebut sangat meringankan tugas dan fungsi Dewan Pengupahan karena tidak perlu melakukan survei dan sidang menetapkan Komponen Hidup Layak (KHL) setiap bulannya. Sidang, ujar Sarman, hanya dilakukan sekali atau dua kali untuk menetapkan UMP tahun berikutnya dengan memperhatikan upah tahun berjalan, ditambah pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Kami sangat berharap memasuki MEA 2016, masalah pengupahan ini tidak lagi menjadi polemik. Tapi bagaimana bersama meningkatkan kompetensi, skill, produktivitas tenaga kerja Indonesia untuk mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara Asean lain yang akan masuk pasar kerja Tanah Air," ujar Sarman. (Fik/Ndw)**