Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara dengan wilayah sebagian besar berupa perairan. Hasil perikanan di negara ini pun sangat melimpah.
Meski begitu, hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi nelayan yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Nadjib mengatakan hal tersebut karena persepsi kurang tepat yang menyamakan nelayan dengan petani. Imbasnya, kebijakan yang diambil untuk nelayan pun juga kurang tepat.
Advertisement
"Persepsi nelayan disamakan dengan petani. Ada beda nelayan dan petani dari budaya ekonomi mereka," kata dia di Jakarta, Selasa (29/12/2015).
Baca Juga
Perbedaannya, hasil perikanan tidaklah pasti. Berbeda dengan petani yang bisa mengandalkan hasil pertanian dengan tepat setiap tahun. Alasan ini membuat nelayan sulit menjangkau sektor perbankan.
"Inilah yg menjadikan kenapa perbankan sama sekali jauh dari nelayan skala kecil. Dari skema ekonomi mereka yang tidak pasti sangat sulit dibiayai perbankan," tutur Nadjib.
Nelayan pun mengambil jalan pintas dengan meminjam pada rentenir. Alhasil mereka justru menjadi lebih miskin karena pendapatan yang tidak pasti ditambah dengan bunga yang tinggi.
"Akibatnya nelayan itu sangat terikat pada tengkulak rentenir dan perbankan dari seluruh total pembiayan dikucurkan ke nelayang sangat kecil kurang dari 2 persen," jelasnya.
Maka dari itu, Nadjib meminta perlunya skema khusus yang bisa menjembatani kebutuhan nelayan. Skema tersebut berbeda dengan yang diterapkan kepada petani.
"Skema yang diberikan pada nelayan adalah diberikan kepada pertanian. Harusnya perbankan membahas skema khusus nelayan," tandas dia.(Amd/Nrm)