Sukses

RI-Korsel Lanjutkan Produksi Jet Tempur

Program ini ditandai dengan ditandatanganinya kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industrie (KAI).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan RI kembali melanjutkan kerja sama program pengembangan pesawat jet tempur KF-X/IF-X dengan Korea Selatan.

Program ini ditandai dengan ditandatanganinya kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industrie (KAI). Dengan penandatanganan ini, maka resmi dimulai pelaksanaan pembangunan tahap kedua atau Engineering and Manufacturing Development (EMD).

Dalam waktu bersamaan juga ditandatangani kontrak Work Assigment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso dan President and CEO KAI Ltd Mr Ha Sung Young.

"Dengan adanya tanda tangan antara Kementerian Pertahanan dengan KAI, ini merupakan bentuk komitmen nyata pemerintah Indonesia dalam program pengembangan pesawat tempur melalui pembagian biaya dan pengembangan melalui kesepakata‎n bersama," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di kantornya, Kamis (7/1/2016).

Kontrak CSA ini mengatur kesepakatan dan ketentuan mengenai dana sharing, yaitu pendanaan sebagai kewajiban yang akan diserahkan oleh RI kepada KAI berdasarkan kesepakatan pengembangan‎ jet tempur sebelumnya.

Sementara kontrak WAA mencakup partisipasi Industri Pertahanan Indonesia dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan komponen, prototipe, pengujian dan sertifikasi, serta mengatur hal-hal yang terkait aspek bisnis maupun aspek legal.

Dalam WAA ini juga diatur peran yang akan diambil PT DI meliputi semua hak dan kewajibannya karena WAA merupakan dokumen businness to businness antara kedua perusahaan.

"Dengan ditandatanganinya CSA dan WAA ini, maka program pembuatan pesawat tempur fase 2 bisa dimulai. Saya minta kedua belah pihak dapat serius dan menunjukkan komitmennya," ujar Ryamizard.

Program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini merupakan kerja sama strategis antara Indonesia dengan Korea Selatan dengan mekanisme jangka panjang. Ini dilakukan dalam upaya menciptakan kemandirian industri pertahanan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI.**