Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan melakukan pembahasan terkait dengan adanya protes dari penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020.
Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan, pihaknya akan menampung semua masukan dari para pemerhati industri tembakau dan rokok yang menyatakan keberatannya akan Permenperin tersebut.
Baca Juga
"Namanya juga aspirasi kita dengarkan, dan kita bicarakan bersama-sama," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengungkapan, keberatan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap salah satu aturan di Permenperin ini ‎yang dinilai mengabaikan kepentingan pekerja dan berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran tidak benar.
Menurut Saleh, Permenperin tersebut juga mengakomodasi kepentingan para pekerja di industri tembakau dan pengolahannya.‎ Oleh sebab itu, dia meminta agar sejumlah LSM ini tidak khawatir.
"Kita berpikir jangan sampai merugikan tenaga kerja yang ada di industri tembakau. Tenaga kerjanya kan besar, ini yang langsung saja ada lebih dari 6 juta pekerja. Juga dana (penerimaan negara) yang diperoleh seperti dari pajak (cukai) cukup besar," jelasnya.
Saleh juga menegaskan, justru dengan adanya Permenperin ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri hasil tembakau. Dengan demikian semakin banyak tenaga kerja yang mampu diserap.
"Jangan sampai kita tutup mata, bisa menyusahkan industri dalam negeri hal ini para pekerja‎. Ini juga harus menjadi perhatian. Kita juga harus mendengar industri tembakau, bagaimana industri kita bisa maju," tandasnya.
Sebelumnya, terbitnya Permenperin Nomor 63 Tahun ‎2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 dinilai kalangan LSM hanya akan menguntungkan industri rokok, namun mengabaikan kepentingan pekerja, petani dan perekonomian negara secara umum.
Dalam Permenperin ini disebut Kemenperin menargetkan kenaikan produksi rokok hampir dua kali lipat dalam 5 tahun ke depan di mana produksi rokok ditargetkan mencapai 524,2 miliar batang pada 2020 dari sebelumnya yang sebanyak 344 miliar batang pada 2014.
Dengan peningkatan produksi ini, maka potensi impor tembakau akan semakin besar. Hal ini tentunya akan merugikan para petani tembakau di dalam negeri.
Selain itu, roadmap tembakau ini juga dinilai akan mendorong penggunaan mesin dalam proses produksi hasil tembakau seperti rokok. Hal ini tentunya menjadi ancaman bagi para pekerja di industri rokok, khususnya sigaret kretek tangan (SKT). (Dny/Zul)