Sukses

3 Pihak Ini Harus Selesaikan Masalah Harga Gas Kamojang

Negosiasi antara Pertamina dan PLN mengalami kebuntuan mengenai harga jual uap untuk ketiga pembangkit Kamojang.

Liputan6.com, Jakarta - Kemelut perundingan harga uap panas bumi antara PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan PT PLN (Persero) yang menemui jalan buntu harus segera diselesaikan kedua belah pihak. Pasalnya hal ini akan mengancam pasokan uap panas bumi ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit 1,2 dan 3 yang dioperatori anak usaha PLN, PT Indonesia Power.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam rapat terbatasnya tidak memutuskan harga jual uap panas bumi PGE kepada PLN. Namun polemik tersebut harus dituntaskan antara pihak-pihak terkait.

"PLN-Pertamina dan Menteri BUMN diminta untuk menyelesaikan masalah Kamojang. PLN pun sudah sepakat mereka akan duduk bersama untuk menentukan harganya," ucap Darmin di kantornya, Jakarta, Kamis (7/1/2016).

Prinsipnya, kata Darmin, penetapan harga jual uap panas bumi sebagai sumber energi vital bagi PLTP Kamojang 1,2, dan 3 harus sama-sama menguntungkan bagi PLN dan Pertamina.

"Harus sama-sama untung. Jadi nanti akan ada solusi yang diambil dengan para pimpinannya. Ini urusan bermitra. Kalau sama-sama untung, baru bisa jalan bisnisnya," tegas Darmin.

Polemik berawal dari penawaran harga uap yang tinggi US$ 9,5 sen per kwh dari Pertamina. Sementara harga jual tahun lalu disepakati US$ 6,2 sen per kwh. Akibat kebuntuan proses negosiasi, Pertamina terpaksa menghentikan pasokan uap panas bumi ke PLTP Kamojang.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, negosiasi antara Pertamina dan PLN mengalami kebuntuan mengenai harga jual uap untuk ketiga pembangkit tersebut.

Padahal, PT Pertamina telah menawarkan agar kedua perusahaan dapat kembali memperpanjang interim agreement harga jual uap sambil melakukan negosiasi harga sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.

"Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan interim agreement dan PLN melalui suratnya 29 Desember 2015 justru menyampaikan bahwa PLN tidak akan memperpanjang kontrak dengan PGE yang artinya terdapat risiko penutupan sumur-sumur uap untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3," kata Wianda.

Wianda menuturkan, Pertamina terpaksa harus menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN per 1 Februari 2016. Hal itu dilakukan jika hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan respons yang layak.

"Tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan di Indonesia," ungkap Wianda. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6