Liputan6.com, Jakarta - Krisis ekonomi kini tengah mengintai dunia dan investor harus sangat berhati-hati dalam melangkah tahun ini. Bahkan, Miliarder George Soros meramalkan krisis ekonomi 2008 mungkin terulang gara-gara China.
Sebab, Pria yang terkenal dengan aksi spekulasinya di pasar keuangan dunia itu melihat kemiripan kondisi ekonomi global saat ini dengan krisis 2008.
Dilansir dari Fortune, Sabtu (9/1/2015), dalam sebuah forum ekonomi di Srinlanka, Soros menilai kekacauan yang terjadi saat ini merupakan hasil dari perjuangan China mencari model pertumbuhan baru.
Perlambatan ekonomi di China serta aksi Negeri Tirai Bambu melakukan devaluasi mata uangnya telah memberikan masalah baru bagi dunia. Nilai tukar mata uang global, nilai saham dan harga komoditas yang bergejolak tajam di pekan pertama tahun ini.
Baca Juga
Hal ini diperburuk setelah Bank sentral China atau the People's Bank of China memotong suku bunga acuan pada Kamis pekan ini. Langkah bank sentral itu memicu kekhawatiran kalau pemerintah mendorong mata uang lebih rendah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
Dengan yuan melemah akan membuat ekspor China lesu. Namun juga meningkatkan risiko bagi peminjam mata uang asing dan meningkatkan spekulasi kalau ekonomi China itu melambat dari data resmi yang ditunjukkan pemerintah.
Alhasil, bursa saham China merosot lebih 7 persen pada pembukaan perdagangan memicu pengaktifan otomatis penghentian perdagangan. Bursa saham China memiliki hari terpendek dalam sejarah yaitu hanya 30 menit.
Ini keduakalinya bursa saham China dihentikan sepanjang 2016 ini lantaran tekanan belum mereda. Kondisi itu pun menjalar ke pasar saham Asia, Eropa, hingga Amerika.
Melihat kondisi ini, Soros mengingatkan volatilitas ekonomi saat ini mengkhawatirkan. "China memiliki masalah besar penyesuaian perekonomiannya. Saya melihat ini akan menjadi sebuah krisis. Ketika saya melihat pasar finansial yang menghadapi masalah serius, itu mengingatkan saya pada krisis 2008," kata Soros. (Ndw/Igw)