Sukses

Ekspor Ilegal Bikin Perdagangan Mutiara RI Kalah dari Hong Kong

Indonesia hanya mampu mencatat nilai perdagangan mutiara di pasar dunia sebesar US$ 28 juta.

Liputan6.com, Jakarta
Praktik bisnis ilegal komoditas mutiara menggerus potensi pendapatan Indonesia hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat (AS) setiap tahun. Alhasil, negara ini hanya mampu mencatat nilai perdagangan mutiara di pasar dunia sebesar US$ 28 juta.
 
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, ekspor mutiara dari Indonesia ke berbagai negara tujuan pada 2014 hanya 6,51 ton senilai US$ 28,74 juta. Angka ini kalah jauh dari Hong Kong yang membukukan ekspor senilai US$ 1,64 miliar pada periode yang sama atau naik signifikan dari US$ 408,35 juta pada 2012. 
 
"Saya yakin, Hong Kong menampung banyak mutiara dari kita sehingga ekspornya besar. Sedangkan Filipina sudah mencapai US$ 27,14 juta," ungkap dia saat Konferensi Pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (12/1/2016). 
 
Kondisi ini berbanding terbalik dengan realitas di lapangan bahwa Indonesia merupakan 80 persen penghasil mutiara di dunia. Sedangkan Australia, mengklaim 13 persen penghasil mutiara dunia. Nilai perdagangan mutiara dari Australia senilai US$ 122,32 juta pada 2014. 
 
"Saya pikir ini pasti ada yang gelap ekspornya, ilegal lewat laut dan bandara," terangnya. 
 
Pengusaha sekaligus Pemilik Susi Air ini mengaku, Indonesia seharusnya memiliki potensi ekspor dengan nilai minimum US$ 80 juta. "Tanpa kegiatan ekspor ilegal, ekspor mutiara dari Indonesia bisa menembus US$ 200 juta-US$ 300 juta per tahun," tegas Susi.   
 
Belum lagi potensi ekspor lobster Indonesia yang diperkirakan Susi bisa mencapai US$ 600 juta per tahun dengan volume ekspor 4.000-6.000 ton. Asumsi harganya untuk ukuran 200 gram dijual US$ 20-30 dolar. 
 
"Tapi sekarang kita ekspor cuma 300 ton saja, karena kita ekspor bibit lobster 40-60 juta ekor per tahun dengan hanya 1 dolar AS," jelasnya.   
 
Ekspor ilegal, tambahnya juga marak terjadi pada komoditas perikanan benih ikan sidat (glass eel). Satu glass eel dihargai Rp 5 juta, padahal jika sudah besar, ikan sidat ini bisa dijual dengan harga Rp 5 miliar. 
 
"Indonesia 10 tahun ikannya ditangkepin secara ilegal di tengah laut, yang di pinggir pantai pun diselundupkan. Kegiatan bisnis ilegal ini telah merugikan Indonesia luar biasa besar," cetus Susi. 
 
Dari catatan KKP, dari total nilai perdagangan mutiara dunia pada 2014 yang menembus US$ 2,02 miliar, terbesar berasal Hong Kong dengan nilai US$ 1,16 miliar. Disusul Jepang US$ 234,69 juta, China US$ 122,32 juta, Australia US$ 122,32 juta, Tahiti US$ 96,65 juta.
 
Adapula Swiss dengan nilai ekspor US$ 59,85 juta, Inggris dan Amerika Serikat masing-masing senilai US$ 52,93 juta dan US$ 40,43 juta.
 
Sementara Indonesia hanya US$ 28,74 juta atau lebih tinggi sedikit dibanding Filipina US$ 27,14 juta. Sedangkan negara lainnya mengekspor mutiara sebesar US$ 70,08 juta di 2014. (Fik/Nrm)