Liputan6.com, Jakarta - Siemens Indonesia menawarkan diri untuk membantu pelaksanaan proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) di Indonesia. Tawaran ini disampaikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
“Kami dari Jerman akan membantu Indonesia untuk mengimplementasikan rencana Jokowi-JK terkait proyek listrik 35 ribu MW. Dengan demikian, tiap bagian di Indonesia memiliki daya yang cukup, harga terjangkau, dan energi terbarukan,” kata Dubes Jerman untuk Indonesia Georg Witschel di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Pembicaraan mengenai tawaran dari Siemens ini berlangsung selama 45 menit. CEO Siemens Indonesia Lisa Davis menyampaikan pihaknya memiliki keinginan untuk membantu Indonesia. Ia pun berharap dapat melangsungkan kerjasama dengan PLN.
“Saya sangat tertarik untuk membawa teknologi dan kapasitas yang Siemens miliki untuk mendukung Indonesia,” tutur dia.
Baca Juga
“Kami memiliki sejumlah fasilitas manufaktur di sini, di mana kami fokus pada pengembangan bisnis di kalangan lokal, membuat lapangan kerja, dan mengembangkan aspek-aspek lain demi keuntungan Indonesia,” tambah Davis.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul sebelumnya menuturkan pemerintah perlu membangun pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) demi mencegah krisis listrik di Indonesia. Dengan realisasi megaproyek tersebut, ekonomi negara ini akan tumbuh pesat.
Pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) membangun pembangkit listrik sampai 5.000 MW, sedangkan sisanya 30 ribu MW akan digarap perusahaan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
"Karena kebutuhan listrik di 2015 diperkirakan 75 ribu MW, sementara kapasitas yang ada saat ini baru hampir 47 ribu MW. Sedangkan di tahun ini, kebutuhan listrik 51,4 ribu MW, dan kapasitas eksisting 44 ribu MW," terangnya.
Alihuddin mengaku, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW terbangun, maka dampaknya sangat luar biasa besar untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Ia menyebut, proyek andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini membutuhkan 291 pembangkit, 732 transmisi, 75 ribu set tower dan 1.375 unit gardu induk.
"Proyek ini juga akan menyerap 301.300 km konduktor alumunium, 2.600 set trafo, dan 3,5 juta ton baja. Tenaga kerja yang bisa terserap secara langsung 650 ribu orang dan 3 juta orang tak langsung. Tingkat Komponen Dalam Negeri yang dibutuhkan sekitar 40 persen dengan investasi US$ 29,2 juta," terangnya.
Lalu apa imbasnya jika pembangunan 35 ribu MW tidak tercapai. Kata Alihuddin, pasokan listrik di Indonesia akan mengalami krisis karena defisit semakin membesar. "Industri tidak bakal hidup lagi alias mati, kualitas masyarakat tidak akan membaik, dan penggunaan atau ketergantungan bahan bakar lain bakal semakin tinggi," pungkas Alihuddin. (Alvin/NdW)
Advertisement
Direktorat Jenderal Kelistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, pemerintah perlu membangun pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) demi mencegah krisis listrik di Indonesia. Dengan realisasi megaproyek tersebut, ekonomi Negara ini akan tumbuh pesat.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul mengatakan, pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) membangun pembangkit listrik sampai 5 ribu MW, sedangkan sisanya 30 ribu MW akan digarap perusahaan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Karena kebutuhan listrik di 2015 diperkirakan 75 ribu MW, sementara kapasitas yang ada saat ini baru hampir 47 ribu MW. Sedangkan di tahun ini, kebutuhan listrik 51,4 ribu MW, dan kapasitas eksisting 44 ribu MW," terangnya di kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Alihuddin mengaku, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW terbangun, maka dampaknya sangat luar biasa besar untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Ia menyebut, proyek andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini membutuhkan 291 pembangkit, 732 transmisi, 75 ribu set tower dan 1.375 unit gardu induk.
"Proyek ini juga akan menyerap 301.300 km konduktor alumunium, 2.600 set trafo, dan 3,5 juta ton baja. Tenaga kerja yang bisa terserap secara langsung 650 ribu orang dan 3 juta orang tak langsung. Tingkat Komponen Dalam Negeri yang dibutuhkan sekitar 40 persen dengan investasi US$ 29,2 juta," terangnya.
Lalu apa imbasnya jika pembangunan 35 ribu MW tidak tercapai. Kata Alihuddin, pasokan listrik di Indonesia akan mengalami krisis karena defisit semakin membesar. "Industri tidak bakal hidup lagi alias mati, kualitas masyarakat tidak akan membaik, dan penggunaan atau ketergantungan bahan bakar lain bakal semakin tinggi," pungkas Alihuddin.
Krisis Listrik
Alihuddin mencatat, dari 23 sistem kelistrikan nasional, 11 diantaranya mengalami defisit atau kekurangan pasokan listrik. Inilah yang menyebabkan beberapa daerah kerap kali menikmati pemadaman listrik bergilir.
Sebanyak 3 sistem ketenagalistrikan nasional berstatus normal, 9 lainnya berstatus siaga (cadangan lebih kecil) dan 11 sistem ketenagalistrikan mengalami defisit.
"Ini mengerikan, kalau tidak diperbaiki dengan penambahan kapasitas listrik bisa bahaya. Karena gardu induk yang dioperasikan PLN saja sudah uzur," ucapnya.
Ia mencatat, 11 sistem ketenagalistrikan yang mengalami defisit, antara lain Aceh Sumatera Utara dengan pasokan 1.821 Megawatt (Mw) dan terjadi defisit 5,22 persen. Diikuti Sumatera Barat (Sumbar), Riau dan Jambi (SBT) 1.277 Mw dan defisit 9,79 persen.
Sumatera Selatan (Sumsel), Bengkulu, Lampung (SBS) kapasitas 1.721 Mw dan defisit 8,19 persen. Kalimantan Timur 459 Mw dengan catatan defisit 1,04 persen, Kalimantan Barat 362 Mw dengan defisit 8 persen, Belitung 35 Mw defisitnya 14,90 persen.
Kemudian Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dengan catatan pasokan 504 Mw dengan defisit 9,15 persen, Lombok 204 Mw defisitnya 17,35 persen, Sulawesi Utara dan Gorontalo 307 Mw dengan defisit -22,94 persen, Kendari 69 Mw dan defisitnya 22,38 persen serta Jayapura dengan pasokan 69 Mw.
"Kondisinya memang tipis-tipis semua. Misalnya Aceh Sumut defisit sampai 5,22 persen. Jadi konsekuensinya kena pemadaman listrik sampai 3 kali sehari, seperti makan obat," jelas Alihuddin. (Fik/Gdn)