Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai harga minyak dunia anjlok mencapai level US$ 30 per barel turut mempengaruhi kinerja perusahaan migas sehingga membutuhkan insentif seperti pengurangan bagian negara dari produksi minyak.
Dewan Pakar IATMI Benny Lubiantara mengatakan, pemerintah meminta tambahan pendapatan negara melalui pajak keuntungan ke perusahaan pencari minyak dan gas bumi (migas) atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) saat harga minyak dunia mencapai level di atas US$ 100 per barel.
"Ketika harga minyak naik ada perubahan fiskal di beberapa negara termasuk Indonesia, ketika harga minyak dunia naik 2008 maka win for profit tax," kata Benny, di Gedung City Plaza, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Baca Juga
Namun saat itu, para KKKS tidak menyetujui keinginan pemerintah tersebut, karena pengenaan pajak keuntungan tersebut dianggap berlebihan. "Karena kontraktor menganggap berlebihan. Di Indonesia 2008 sharing the pay kontraktor tidak setuju," tutur Benny.
Benny menuturkan, kondisi tersebut sekarang berubah mengingat harga minyak dunia anjlok hingga US$ 30 per barel. KKKS meminta bantuan pemerintah untuk mendapat keringanan. "Sekarang yang terjadi KKKS meminta tolong," ujar Benny.
Advertisement
Benny mengungkapkan, di Indonesia tidak mudah mengubah bagian negara dari sektor minyak dan gas bumi, karena menganut sistem fiskal tetap.
"Fiskalnya kita fix tidak dinamis, kalau dinamis link kepada keuntungan berubah maka split berubah," ujar Benny.
Seperti diketahui, harga minyak dunia telah turun 72 persen dari level tertinggi di kisaran US$ 108 pada Juni 2014. (Pew/Ahm)