Sukses

Impor Bengkak, Neraca Perdagangan RI Defisit US$ 235,8 Juta

Indonesia masih membukukan defisit di perdagangan minyak dan gas ‎(migas) sebesar US$ 498,5 juta di Desember 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada periode Desember 2015 defisit senilai US$ 235,8 juta. Sementara secara akumulatif Januari-Desember tahun lalu, berhasil mencetak surplus perdagangan US$ 7,51 miliar.

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, kinerja ekspor pada periode akhir tahun lalu sebesar US$ 11,89 miliar atau naik 6,98 persen dibanding November 2015. Sedangkan kinerja impor tercatat US$ 12,12 miliar di periode Desember 2015 atau naik 5,23 persen dibanding bulan sebelumnya.

Dilihat secara akumulatif, ekspor Indonesia di periode sepanjang tahun lalu mencapai US$ 150,25 miliar atau turun 14,62 persen dibanding periode yang‎ sama 2014. Sementara nilai impor selama setahun lalu sebesar US$ 142,74 miliar atau anjlok 19,89 persen dibanding periode yang sama 2014.

"Jadi perdagangan di Desember 2015 tercatat defisit US$ 235,8 juta. Sedangkan total neraca perdagangan Januari-Desember tahun lalu surplus sebesar US$ 7,51 miliar," kata Suryamin saat Konferensi Pers Neraca Perdagangan di kantornya, Jakarta, Jumat (15/1/2016).

Suryamin menjelaskan, realisasi neraca perdagangan selama setahun lalu yang‎ mencapai surplus US$ 7,51 miliar adalah capaiaan tertinggi selama 4 tahun terakhir, kecuali di periode 2011 di mana Indonesia mencetak surplus perdagangan cukup besar senilai US$ 26,06 miliar.

"Surplus tahunan lalu yang paling tinggi selama 4 tahun terakhir. Karena di periode 2012, neraca perdagangan RI defisit US$ 1,66 miliar, lalu defisit naik mencapai US$‎ 4,07 miliar di 2013. Selanjutnya defisit turun ke angka US$ 2,19 miliar pada periode 2014," terang Suryamin.

Diakui Suryamin, Indonesia masih membukukan defisit di perdagangan minyak dan gas ‎(migas) sebesar US$ 498,5 juta di Desember 2015. Terdiri dari minyak mentah defisit US$ 228,3 juta dan hasil minyak defisit US$ 857,7 juta. Sedangkan dari gas, perdagangan Indonesia surplus US$ 587,5 juta dan perdagangan non migas surplus US$ 262,7 juta di periode yang sama 2015.

"Penurunan lebih banyak karena harga komoditas. Permintaan impor juga masih tinggi karena kita masih perlu pembangunan di dalam negeri," tandasnya.

Sebelumnya, Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi memperkirakan kinerja ekspor pada Desember 2015 terkoreksi dalam hingga 18 persen dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan impor negatif 17,6 persen.

"Jadi neraca perdagangan Desember 2015 diperkirakan US$ 100 juta. Sementara surplus perdagangan sepanjang tahun lalu diperkirakan tercatat US$ 10 miliar dibanding total defisit sebesar US$ 8 miliar di 2012-2014," ujarnya.

Surplus tersebut, kata Gundy, dipicu dari penurunan permintaan impor yang lebih besar daripada pemulihan pertumbuhan ekspor. Kinerja ekspor, diakuinya kian melemah akibat kombinasi faktor eksternal dan internal.

"Permintaan global yang buruk dan kurangnya daya saing di Indonesia membuat pertumbuhan ekspor Indonesia terutama dari barang-barang manufaktur lebih rendah dibanding negara lain di kawasan regional," terangnya.

Sementara itu, Ekonom Moody's Analytics (Australia) Pty Ltd, Faraz Syred meramalkan kinerja perdagangan Indonesia akan mengalami surplus sekitar US$ 350 juta pada Desember 2015. Sementara di bulan sebelumnya mengalami defisit perdagangan US$ 346,4 juta.

"Ekspor diprediksi terus menurun karena anjloknya harga komoditas yang menggerogoti industri pertambangan dan energi, sehingga surplus lebih kecil. Tapi untuk sepanjang 2015, neraca perdagangan masih positif karena impor pun turun," tandasnya. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Terkini