Liputan6.com, Jakarta - Meski didera pelemahan nilai ekspor, neraca perdagangan 2015 sukses mencetak rekor tertinggi sejak 3 tahun terakhir pada 2015 lalu. Pencapaian tersebut diyakini akan kembali ditorehkan Indonesia pada tahun ini dengan rajin memperkuat perjanjian perdagangan bersama negara lain.
Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, meskipun kinerja ekspor sepanjang tahun lalu sedang turun karena pelemahan harga komoditas, namun neraca perdagangan bisa mencetak surplus sebesar US$ 7,5 miliar. Surplus tersebut karena impor penurunan RI lebih besar dibanding penurunan ekspor.
Thomas melanjutkan, beberapa komoditas yang berasal dari Indonesia memang sedang tertekan pada tahun lalu. Contohnya adalah sawit, karet dan beberapa lainnya. Penurunan harga komoditas tersebut terimbas penurunan harga minyak dunia dan juga melemahnya permintaan dari China yang merupakan salah satu mintra dagang utama RI.Â
"Tapi ada titik cerah, di mana ekspor non migas naik signifikan, terutama dari komoditas biji kerak dan abu logam; kopi, teh dan rempah-rempah; perhiasan dan permata yang US$ 5 miliar per tahun atau tumbuh 20 persen setiap tahun," katanya saat Konferensi Pers di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Baca Juga
Lembong optimistis, perekonomian global maupun Indonesia lebih baik di tahun ini walaupun dua pekan pertama di Januari 2016 terjadi gejolak di pasar modal dunia, khususnya China dan Amerika Serikat (AS). Namun ekonomi AS dan Eropa, sambungnya, semakin pulih sehingga diharapkan mampu menjadi lokomotif ekonomi di dunia di 2016.
"Ekonomi Indonesia juga semakin membaik, karena indikator investasi mulai menggeliat, pembangunan infrastruktur, deregulasi jalan terus, semakin kompetitif sehingga bisa membangun industri yang diperlukan untuk menggenjot ekspor," jelas Mantan Bankir itu.
Ia menargetkan pertumbuhan ekspor Indonesia, terutama non migas naik 9 persen di tahun ini. Lembong berharap, kinerja perdagangan Indonesia terus stabil antara ekspor dan impor. Target tersebut, tambahnya, harus didukung dengan strategi-strategi khusus.
"Sudah banyak cerita sukses, makin banyak perusahaan penetrasi pasar ekspor ke negara ASEAN, Australia. Yang bisa membantu ini adalah kelanjutan deregulasi, debirokratisasi, memangkas perizinan yang berlebihan dan lainnya," jelas Lembong.
Memacu ekspor, katanya, perlu upaya membuka pasar seluas-luasnya ke luar negari. Salah satunya melalui perjanjian perdagangan, seperti mempercepat proses negosiasi perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa (EU) atau CEPA. Saat ini, lanjut Lembong, pemerintah akan membentuk Tim Nasional lintas kementerian untuk mengkaji Trans Pacific Partnership (TPP).
"Dua perjanjian perdagangan ini sangat besar dan ambisius," ucapnya.
Lembong pun akan melanjutkan perjanjian perdagangan dengan negara-negara tertentu, antara lain Australia dan 4 negara yang tergabung dalam The Eropa Free Trade Association (EFTA), yakni Swiss, Norwegia, Islandia dan Liechtenstein.
"Kami berharap bisa mendukung eksportir dengan membuka pasar lewat perjanjian perdagangan, karena perjanjian ini sudah dimulai zaman Susilo Bambang Yudhoyono, lalu berhenti saat Pemilu. Makanya kami mau aktifkan kembali, untuk dituntaskan dalam waktu dekat," tandasnya. (Fik/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6