Liputan6.com, Jakarta - Industri asuransi Indonesia memiliki potensi besar di tengah pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena itu, pelaku industri asuransi harus memiliki produk inovatif sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia dan juga memasarkannya secara kreatif agar mampu bersaing.
Direktur Alternative Distribution Channels Commonwealth Life, Pieter Wattimena mengatakan, kontribusi industri asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional masih cukup kecil yaitu di kisaran 1,2 persen hingga 1,3 persen.
Dari total penduduk Indonesia mencapai 240 juta orang, baru sekitar 10 persen hingga 12 persen memiliki asuransi. Dengan melihat kondisi itu, potensi industri asuransi di Indonesia masih sangat besar.
Baca Juga
Karena itu, pasar Indonesia menjadi sasaran empuk bagi industri keuangan asing untuk memasarkan produknya di Indonesia. "Jepang dan Korea Selatan sudah memiliki pasar matang karena wajib asuransi demikian juga negara maju lainnya. Jadi mereka mencari penetrasi tinggi sehingga datang ke Indonesia," kata Pieter, saat ditemui di kantornya, Kamis (21/1/2016).
Pieter menuturkan, pemain lama di industri asuransi saat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) justru memiliki keuntungan. Ia menilai, saat perusahaan keuangan dan asuransi asing masuk ke Indonesia harus beradaptasi dahulu.
Konsep dibawa perusahaan asing tersebut pun tak dapat langsung diimplementasikan karena harus mengetahui kebutuhan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Hal ini jadi keuntungan bagi perusahaan asuransi keuangan yang sudah ada.
"Pelaku pasar yang sudah ada di Indonesia punya keuntungan ketimbang pemain baru," tegas Pieter.
Ia menambahkan, potensi industri asuransi masih sangat besar tersebut menjadi peluang pelaku industrasi asuransi yang sudah ada agar membesarkan pangsa pasarnya di Indonesia. Tak hanya mengejar bisnis tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarat mengenai asuransi.
"Jadi masyarakat itu memiliki asuransi bukan paksaan tetapi harus kesadaran masyarakatnya untuk memiliki asuransi. Pelaku industri asuransi itu jadi menjual need basic," kata Pieter.
Ia menuturkan, negara maju meski sudah melek keuangan akan tetapi terus mendorong literasi keuangan. Indonesia pun perlu meningkatkan literasi keuangan agar masyarakatnya melek produk keuangan. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama pelaku industri saling mendukung untuk memberikan edukasi kepada masyarakat soal keuangan.
Selain itu, Pieter mengatakan, strategi paling jitu untuk mengembangkan distrbusi asuransi dengan menjual produk inovatif sesuai kebutuhan masyarkat. "Perusahaan asuransi juga harus kreatif cari distribution alternative untuk memasarkan produksi asuransinya," kata Pieter. (Ahm/Gdn)