Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan industri padat karya nasional, seperti alas kaki, sepatu, garmen, makanan dan lainnya mengalami kelesuan akibat kondisi perekonomian domestik dan dunia. Hal ini terjadi sepanjang tahun lalu sehingga berdampak pada realisasi investasi di sektor ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat ditemui di kantornya mengatakan, penyebab pelemahan investasi di industri padat karya, terutama di Indonesia disebabkan karena ketidakpastian ekonomi dunia.
"Pasar internasionalnya memang tidak terlalu bagus, sehingga minat investasi di bidang itu (padat karya) juga tidak terlalu baik. Tapi bagaimanapun kita akan coba pelajari," jelasnya, Jumat (22/1/2016).
Pemerintah, kata Darmin, akan melakukan upaya untuk kembali menarik minat investasi di industri padat karya, baik dalam kegiatan Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
"Tapi kalau dilihat negara lain juga melambat, jadi mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan. Kalau di negara lain meningkat, lalu kita melemah, kita lihat apa yang kurang," terangnya.
Meski kondisinya melemah, Darmin tidak ingin terburu-buru mengeluarkan kebijakan sebagai stimulus atau rangsangan investasi di industri padat karya. "Oh jangan buru-buru dong, kita pelajari dulu lebih seksama apa yang harus dilakukan," papar Darmin.
Baca Juga
Sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM menyatakan, realisasi industri untuk sektor padat karya kurang begitu baik pada 2015.
Untuk ‎industri makanan turun 18,4 persen dari Rp 53,4 triliun tahun 2014 menjadi Rp 43,5 triliun pada 2015. Kemudian industri barang kulit dan sepatu turun 14,6 persen dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, hal tersebut karena disebabkan oleh masalah lahan. Lantaran investor menjumpai harga lahan yang relatif tinggi.
"‎Pertama menyangkut lahan beberapa industri padat karya terkendala lahan. Bukan tidak ada, industri butuh harga miring artinya sebagian tidak masuk kawasan industri," kata dia.
Kemudian, investor kesulitan mencari tenaga kerja. Hal ini disebabkan investor melirik daerah di kawasan tengah Indonesia.
"Kedua menyangkut tenaga kerja dalam 2015 ternyata karena pergeseran dari barat ke tengah. Beberapa investor sulit mendapat tenaga kerja, jadi ini dua pekerjaan rumah kami harus selesaikan 2016, tenaga kerja dan lahan," jelas dia.
Meski begitu, dia bilang‎ minat investasi untuk sektor padat karya relatif tinggi. Dia mencatat izin prinsip yang masuk mencapai Rp 214 triliun.
Franky mengatakan, hal itu disebabkan karena kebijakan mengenai formula pengupahan. Itu memberikan kepastian kepada investor untuk merencanakan bisnisnya.
"Jaminan keamanan kami monitor Oktober-Desember biasanya peningkatan angka demo sejak Agustus atau September dan November paling tinggi soalnya penentuan upah. Tahun 2015 relatif terkendali biasanya Batam panjang," tandas dia. (Fik/Gdn)