Sukses

Minyak Dunia Anjlok, Harga BBM Segera Turun?

Harga minyak dunia terus tertekan hingga menembus level di bawah US$ 30 per barel

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia terus tertekan hingga menembus level di bawah US$ 30 per barel. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) diyakini akan mengevaluasi kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) seiring pelemahan harga minyak dunia.

Apakah pemerintah akan menurunkan kembali harga BBM?

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sri Adiningsih ketika ditanyai mengenai hal tersebut hanya menjawab diplomatis.

Bahwa pemerintah rutin mengevaluasi harga BBM setiap tiga bulan, dengan mempertimbangkan harga minyak dunia, harga minyak di dalam negeri termasuk nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.

"Kita akan evaluasi setiap tiga bulan, melihat beberapa indikator harga minyak dunia, harga minyak di dalam negeri dan kurs Rupiah," ujarnya di acara Marketeers Creativity Day di Gedung SMESCO, Jakarta, Minggu (24/1/2016).



Meskipun tak berani memberi jawaban pasti akan penurunan harga BBM, Sri menegaskan pemerintah akan melakukan atau mengeluarkan kebijakan energi yang terbaik bagi bangsa ini.

"Percaya deh, pemerintah sudah dan akan melakukan yang terbaik buat Indonesia," jelasnya.

Harga minyak dunia kini memang terjun bebas. Jika dihitung dalam tiga pekan terakhir, harga minyak telah melemah lebih dari 25 persen.

Di awal 2016, harga minyak masih berada di kisaran US$ 40 per barel. Namun pada penutupan perdagangan Rabu 20 Januari 2016, harga minyak telah berada di bawah US$ 30 per barel.

Kepala Riset Sektor Energi Barclays, Michael Cohen memperkirakan, ke depan harga minyak masih akan berada di bawah US$ 30 per barel. "Kami melihat harga minyak tidak akan turun namun juga belum akan beranjak naik," tutur Cohen.

Kepala Analis TD Securities, Bart Melek menambahkan, volatilitas harga minyak saat ini cukup tinggi. Oleh karena itu apa yang terjadi saat ini bukan merupakan posisi yang dipertahankan secara jangka panjang. Jumlah pasokan yang berlebih di tengah perlambatan ekonomi China menjadi salah satu alasan harga minyak masih bisa mengalami tekanan.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga masih menjadi pertanyaan beberapa analis. Pemerintah AS mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi sudah sesuai dengan target namun hal tersebut belum meyakinkan para analis.

Permintaan minyak olahan atau bensin di negara tersebut memang terus mengalami kenaikan namun produksi dan juga persediaan minyak mentah juga ikut meningkat. (Fik/Ndw)