Liputan6.com, Jakarta - Getolnya pemerintah dalam memacu penyerapan anggaran negara, salah satunya untuk pembangunan infrastruktur, membawa harapan besar terhadap nasib perekonomian Indonesia yang tengah terpasung dampak ekonomi global.
Aliran uang ratusan bahkan ribuan triliun rupiah untuk kegiatan produktif diyakini sanggup menangkal krisis yang sewaktu-waktu menghampiri Negara ini.Â
Pengamat ekonomi, Agustar Radjali mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh Kementerian/Lembaga (K/L), khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang memperoleh pagu anggaran terbesar dalam APBN sejak tahun lalu hingga kini.
Â
"Pemerintah 'memaksakan' belanja Kementerian PUPR meningkat tajam mulai Januari 2016. Biasanya belanjanya hanya sekitar 0,2 persen pada bulan yang sama. Sekarang diperkirakan 6 persen, artinya naik 30 kali lipat," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (29/1/2016).Â
Baca Juga
Â
Selama periode pembangunan infrastruktur, kata Agustar, akan selalu terjadi belanja dan uang mengalir ke masyarakat. Perputaran dana ini membuat roda ekonomi Indonesia bergerak, dan bukan malah membiarkan dana mengendap di perbankan nasional maupun daerah. Harapannya, kata Agustar, terjadi efek pelipatgandaan terhadap ekonomi nasional.Â
Â
"Uang adalah darah perekonomian. Makanya seruan Presiden supaya masyarakat dan pemerintah tetap optimistis dengan ekonomi RI bisa menekan rasa takut masyarakat untuk belanja. Karena dengan belanja, pedagang, kuli bangunan sampai pemilik warteg bisa punya penghasilan," terang Agustar.Â
Â
Aliran uang dari belanja atau pengeluaran, baik pemerintah maupun pusat, diakui Agustar mampu menangkal krisis. Lanjutnya, krisis terjadi karena kesalahan masyarakat bersikap saat gaung krisis santer diperdengarkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.Â
Â
"Selama masyarakat tidak takut belanja, akhirnya tidak terjadi krisis berkelanjutan. Krisis sering terjadi karena self fulfilling prophecy. Awalnya tidak ada krisis, tapi begitu diteriakkan di mana-mana maka ketakutan terjadi. Orang jadi lebih berhemat dari biasanya dan akhirnya krisis menjadi kenyataan," jelas Agustar. Â
Â
Awal 2016
Â
Agustar mengulas kembali kejadian krisis pada 2007-2008 yang mengakibatkan perekonomian hampir seluruh negara paceklik. Namun China selamat dari badai krisis tersebut meskipun ekonomi Amerika Serikat (AS) terpuruk hebat.Â
Â
"Kuncinya karena China sangat rajin membangun infrastruktur, aliran dana dari investasi swasta dan pemerintah sangat deras, konsumsi cukup tinggi. Begitu pula di Indonesia, krisis mengenai kita tidak parah karena masyarakat masih berani belanja atau konsumsi dan perputaran uang masih terjadi," terangnya.Â
Â
Tahun ini, Agustar mengatakan, pemerintah menggelontorkan uang sangat ekspansif di awal-awal tahun. Ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa Indonesia optimistis memandang perekonomian nasional. Dengan memacu penyerapan anggaran lebih cepat, Indonesia bisa membentengi diri dari krisis.Â
Â
"Krisis itu harus dihadapi dengan rasa tidak takut. Kalau takut, krisis malah terjadi. Tapi kita harus lakukan belanja yang normal saja, tidak perlu berhemat luar biasa. Itu yang bisa membuat kalaupun terjadi krisis, datangnya akan jauh dari waktu sekarang dengan kata lain bisa tertunda. Harapannya ekonomi bisa lebih baik," tutupnya. (Fik/Ndw)
Â