Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyatakan harga daging sapi yang melambung baru-baru ini disebabkan oleh pasokan dan kebutuhan yang tidak seimbang. Untuk mengatasi hal tersebut seharusnya pemerintah memiliki strategi yang efektif.
Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya dan Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI)‎ Sarman Simanjorang mengatakan,‎ saat ini harga daging sapi seharusnya normal karena permintaan dari konsumen tidak ada yang menonjol karena tidak sedang memasuki hari besar keagamaan.
Akan tetapi setelah tenang beberapa saat,harga daging sapi naik melampaui daya beli masyarakat yang mencapai di kisaran Rp 120 ribu – 140 ribu per Kilo gram (Kg).
Advertisement
"Tadinya ada dugaan kenaikan tersebut karena kebijakan pemerintah yang membebankan PPN 10 persen terhadap sapi potong. Namun kebijakan tersebut hanya seumur jagung sebab Menko Perekonomian membatalkan keputusan menteri Keuangan tersebut,dengan demikian kenaikan harga daging saat ini tidak ada kaitannya lagi dengan PPN tersebut," kata Sarman, di Jakarta, Minggu (31/1/2016).
Sarman menilai, penyebab kenaikan harga daging saat ini adalah hukum pasar melihat pasokan dan kebutuhan. Pasar melihat ketersediaan dan pasokan daging sapi saat ini sangat mengkhawatirkan dan tidak akan mencukupi dalam beberapa bulan ke depan.
Baca Juga
"Seandainya pasar melihat stok dan pasokan berlimpah dan tersedia diyakini tidak akan ada gejolak harga daging sapi apalagi seperti ini," ujar Sarman.
Sarman menuturkan, seharusnya dengan terjadinya fluktuasi kenaikan harga daging sapi beberapa waktu, disikapi serius oleh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Perdagangan dengan strategi dan kebijakan supaya gejolak harga daging sapi tidak terulang kembali.
"Apalagi Presiden Jokowi sangat berharap harga daging sapi dapat diturukan ke harga normal mendekati harga daging sapi di Negara Asean lainnya," lanjutnya.
Setiap terjadi gejolak harga daging sapi upaya yang dilakukan hanya yang bersifat sementara sementara melalui operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog.
"Ini sangat tidak efektif,kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan masa tidak mampu mengambil kebijakan agar gejolak seperti ini tdak terulang kembali. Terkesan Pemerintah tidak serius untuk menjaga kestabilan harga daging sapi yang sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dan masyarakat," ujar Sarman.
Kementerian Pertanian harus memiliki data yang pasti,valid dan terukur tentang ketersediaan sapi lokal yang mampu mensuplai pasar dan layak dijadikan stok. Jangan sampai sapi masyarakat dijadikan stok,dengan sapi tersebut tidak setiap saat bisa dibeli, setiap saat siap dipotong.
Selama ini setelah diadakan sensus sapi,jumlah sapi tersebut dijadikan stok dan dijadikan dasar untuk mengurangi jumlah kuota import dalam rangka mengejar target swasembada.
Sapi milik masyarakat pantasnya dijadikan cadangan bukan stok,karena pengertian stok bagi pengusaha adalah sapi yang setiap saat siap mensupplai kebutuhan pasar.
"Jika Kementerian Pertanian memilik data yang akurat yang bisa dipertanggung jawabkan seharusnya dapat mengambil langkah langkah taktis bersama Kementerian Perdagangan agar gejolak harga daging sapi tidak terjadi berulang ulang," ujar Sarman. (Pew/Ahm)
  Â