Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu terus menguat pada perdagangan Selasa pekan ini. Ekspektasi bahwa Bank Indonesia (BI) akan menurunkan suku bunga acuan dan juga angka inflasi bisa lebih rendah karena pelemahan harga minyak menjadi pendorong penguatan rupiah.
Mengutip Bloomberg, Selasa (2/2/106), rupiah diperdagangkan di angka 13.639 per dolar AS pada pukul 11.10 WIB. Level tersebut menguat jika dibandingkan dengan pembukaan yang ada di level 13.650 per dolar AS.
Dari pagi hingga siang hari ini, rupiah sempat menyentuh level terkuat di 13.601 per dolar AS namun juga sempat melemah ke 13.661 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah menguat 1,08 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) bank Indonesia (BI), rupiah mampu menguat di 13.621 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.699 per dolar AS.
Baca Juga
Analis BNP Paribas SA, Singapura, Jennifer Kusuma menjelaskan, penguatan rupiah terjadi di saat beberapa mata uang lainnya di kawasan Asia melemah. Menurutnya, penguatan rupiah ini terjadi karena memang pada tahun lalu nilai mata uang Indonesia ini di bawah nilai pasar (undervalue).
Selain itu, dengan tingkat inflasi yang rendah, pelaku pasar juga melihat bahwa ada kemungkinan Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate yang dampaknya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan, angka realsiasi inflasi pada Januari 2016 memang jauh lebih tinggi dibandingkan angka Desember 2015. Namun realisasi tersebut masih lebih rendah dari perkiraan pasar serta BI sehingga hal itu menjaga ekspektasi pemangkasan BI rate lanjutan tetap besar.
Ekspektasi inflasi juga berpeluang tetap rendah melihat harga minyak yang lemah sehingga juga memperbesar peluang pemangaksan harga barang yang diatur oleh pemerintah seperti tarif listrik dan harga BBM.
Pasca pengumuman inflasi, fokus akan beralih ke angka pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan membaik ke 4,8 persen hingga 4,9 persen. "Harga minyak yang berhenti menguat berpeluang mencegah rupiah menguat lebih lanjut dalam jangka pendek," tutupnya. (Gdn/Ahm)