Sukses

Banyak PHK, Ini Reaksi Menko Darmin dan Menkeu Bambang

Perusahaan di Indonesia kesulitan bersaing dengan perusahaan atau barang-barang dari China.

Liputan6.com, Jakarta - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai menyasar industri padat modal, mulai dari perusahaan minyak dan gas (migas), perusahaan otomotif dan elektronik. Sayangnya pemerintah seolah tidak mempercayai kebenaran data PHK yang beredar.

"PHK kan kamu dapatnya dari whatsapp. Baca juga dong banyak yang kuno (perusahaan tutup sudah lama). Ford itu kan narik (PHK) orang di unit jual belinya saja, kalau pabriknya tidak ada di Indonesia," tegas Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, Jumat (5/2/2016).

Perusahaan otomotif saat ini mengalami tekanan yang ditunjukkan dengan menurunnya kinerja penjualan mobil dan motor. Kondisi tersebut karena pengaruh perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik akibatanjloknya harga komoditas.

"Perlambatan pertumbuhan karena komoditas. Komoditas itu memicu pertumbuhan konsumsi di masa lalu. Jika komoditas sudah hilang, tumpuannya tidak ada lagi, sehingga ke depan konsumsi bergantung pada belanja pemerintah. Imbasnya positif untuk dunia usaha," jelas Bambang.

Ditemui di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku, penutupan pabrik maupun operasional perusahaan asal luar negeri di Indonesia tidak akan mengganggu perekonomian nasional di tahun ini.

"Ya tidak lah, karena sebetulnya itu (PHK) dicampuradukkan antara yang benar melakukan PHK dan yang restrukturisasi perusahaan. Ada yang tutup, restrukturisasi, tapi ada juga yang ekspansi atau investasi," terangnya.

Darmin memaklumi, perusahaan di Indonesia kesulitan bersaing dengan perusahaan atau barang-barang dari China. Alasannya, Negeri Tirai Bambu ini juga menyerbu pasar Indonesia dan luar negeri demi memacu ekspor dan pertumbuhan ekonomi.

"Dalam situasi seperti sekarang ini, di mana pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan ekonomi, dia mau jual produk sebanyak-banyaknya, jadi persaingan semakin tajam. Tidak aneh kalau ada perusahaan yang kesulitan bersaing," tukas Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu. (Fik/Gdn)